Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Menteri Agama Suryadharma Ali memutuskan 1 Syawal 1432 Hijriyah jatuh pada Rabu (31/8) berdasarkan laporan dari pengamatan Hilal di sejumlah daerah dan masukan dari sejumlah ormas Islam yang menghadiri sidang Isbat, Senin malam.

Penetapan tersebut tertuang dalam keputusan Menteri Agama Nomor 148 tahun 2011 tertanggal 29 Agustus 2011 tentang Penetapan 1 Syawal 1432 H.

"Menyimpulkan secara jelas bahwa 1 Syawal 1432 hijriyah jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus apakah ini bisa disetujui?", kata Menteri Agama, Suryadharma Ali. Pertanyaan itu dijawab setuju oleh peserta sidang di Operation Room Kementerian Agama, Senin (29/8) malam.

Sidang itu dihadiri duta besar dan perwakilan negara-negara Islam, Ketua MUI KH Maruf Amien, pimpinan ormas-ormas Islam, pejabat Kementerian Agama dan Peradilan Agama Mahkamah Agung (MA), Wahyu Widiana.

Menag juga menanggapi permintaan ormas-ormas Islam, agar pemerintah memfasilitasi pertemuan untuk menyepakati kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha sehingga tidak terjadi lagi perbedaan di Indonesia dalam menetapkan hari-hari tersebut.

"Perbedaan masih ada peluang, namun pengumunan dilakukan pada saat yang sama," katanya.

Sebelumnya, Ketua Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, melaporkan dari hasil pemantauan di 96 lokasi dari Banda Aceh hingga Papua, 30 lokasi melaporkan tidak melihat hilal (bulan baru).

"Ada juga laporan dari Jepara dan Cakung pada pukul 17.56 mereka melihat hilal," kata Jauhari.

Jauhari memaparkan, ijtima (pertemuan akhir bulan dan awal bulan baru) menjelang syawal jatuh pada Senin, 29 Agustus atau 29 Ramadhan sehingga saat matahari terbenam posisi hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian 0 derajat 8 menit sampai 1 derajat 53 menit. Dengan demikian, bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal) dan 1 Syawal jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin, mengatakan bahwa fatwa MUI 2004 menetapkan metode rukyat dan hisab.

Selain itu, masyarakat wajib mengikuti penetapan oleh pemerintah. Mengenai laporan dari Jepara dan Cakung, Ma'ruf menyatakan kalau laporan tersebut harus didukung dengan pengetahuan yang memadai. "Kalau ahli hisab menyatakan, tidak mungkin harus ditolak," ujarnya.

Dengan demikian, terjadi perbedaan dengan penetapan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dengan maklumatnya telah menetapkan tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sedangkan, almanak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berdasarkan hisab menetapkan pada tanggal 31 Agustus 2011.

Ketua Lajnah Falakiah PBNU, KH Ghozali Masroeri, mengatakan bahwa pengamatan NU di beberapa titik juga tidak melihat hilal. "Prediksi almanak NU, 1 Syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus. Sedangkan laporan rukyatul hilal NU, 90 titik tidak berhasil" ujarnya.

Fatah Wibisono, Pengurus PP Muhammadiyah mengungkapkan, pihaknya tetap berlebaran pada 30 Agustus. Namun demikian dia meminta agar perbedaan ini tidak menjadi masalah dan kita semua tetap menjaga ukhuwah islamiyah. "Kami mengimbau agar yang berlebaran besok tidak atraktif," ujarnya.
(T.P008/H-KWR/E001)