Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung langkah Kejaksaan Agung mengusut kasus dugaan korupsi d PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Dia menilai langkah tersebut sangat penting demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau “good governance” di perusahaan BUMN.

“BUMN seharusnya menjadi perusahaan kebanggaan negara, namun adanya dugaan kasus korupsi di BUMN sangat mengecewakan. Karena itu saya sangat mendukung Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas,” kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Wali Kota Eri: Sosok Puan Maharani lekat dengan Surabaya

Menurut dia, perlu dipahami apa yang menjadi akar masalah utama dari tindak korupsi yang sering terjadi di perusahaan pelat merah tersebut sehingga merugikan negara triliunan rupiah.

Sahroni berharap dengan adanya ketegasan dari Kejaksaan Agung, maka ke depannya akan terwujud BUMN Indonesia yang lebih sehat.

“Dengan adanya program bersih-bersih BUMN dari Pak Erick yang kemudian ditindaklanjuti dengan sangat baik oleh Kejaksaan, saya berharap ini menjadi titik terang untuk masa depan BUMN kita,” ujarnya.

Baca juga: Ketua DPR RI minta perusahaan minyak goreng genjot produksi

Dia berharap tidak ada lagi berita-berita korupsi di BUMN karena semua pihak ingin terwujudnya perusahaan negara sehat seperti yang diharapkan.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung sedang mengusut kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN, yaitu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Kejaksaan telah memeriksa Wakil Presiden Akuntan Finansial PT Garuda Indonesia, termasuk penyidik memeriksa dua saksi lain, yakni mantan Wakil Presiden Eksekutif Keuangan Garuda Indonesia (EVP Finance) Tahun 2012 berinisial AMTM dan Plh VP Legal PT Garuda berinisial RH. Keduanya sama-sama diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara.

Baca juga: Puan Maharani minta kelangkaan minyak goreng diatasi sebelum Ramadhan

Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan peristiwa tindak pidana korupsi PT Krakatau Steel terjadi pada tahun 2011-2019 saat membangun Pabrik Blast Furnance (BFC) melalui sistem lelang pada 31 Maret 2011 dengan kontrak Rp6,9 triliun.

Kemudian PT Krakatau Steel telah membayarkan uang ke Konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering sebesar Rp5,3 triliun untuk membuat pabrik baja BFC.

Namun pekerjaan kemudian dihentikan pada 19 Desember 2019, padahal pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba, operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.