Emil Salim dorong transisi ke energi bersih hadapi perubahan iklim
2 Maret 2022 19:30 WIB
Tangkapan layar tokoh lingkungan hidup dan mantan Menteri LH RI Emil Salim dalam diskusi virtual Kompas Talks bersama Greenpeace, Jakarta, Rabu (2/3/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Tokoh lingkungan hidup dan mantan Menteri Lingkungan Hidup RI Emil Salim mengatakan transisi menuju energi bersih adalah salah satu kunci untuk menghadapi krisis yang disebabkan perubahan iklim.
"Alam adalah tenaga yang bisa menggantikan energi kotor tadi. Maka di saat kita hadapi ancaman krisis 2050 ini suhu tidak perlu naik kalau kita mengubah pembangunan kita dari berbasis batu bara," kata Emil Salim dalam diskusi virtual bertajuk "Pentingnya Transisi Hijau untuk Mengatasi Krisis Iklim", diikuti dari Jakarta, Rabu.
Dia mengingatkan bahwa mayoritas sumber energi Indonesia masih bergantung kepada batu bara. Penggunaan energi fosil tersebut menjadi salah satu faktor yang mendorong perubahan iklim, dengan salah satu dampaknya adalah kenaikan temperatur bumi.
Emil, yang menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup RI 1978-1993, mendorong diubahnya praktik tersebut ke energi baru terbarukan dengan memanfaatkan energi surya, angin dan berbagai macam energi yang ada di alam.
"Jadi kita mesti mengubah pola pembangunan yang energi kotor ke energi bersih dan itu bisa," katanya.
Baca juga: Emil Salim ingatkan Indonesia berkepentingan cegah perubahan iklim
Baca juga: Indonesia perlu tingkatan penindakan ekosida atasi krisis iklim
Secara khusus dia mendorong generasi muda untuk menguasai ilmu pengetahuan agar mempercepat transisi ke ekonomi hijau. Hal itu diperlukan karena dampak perubahan iklim akan dirasakan oleh generasi muda di masa depan.
Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa diperlukan regulasi turunan yang kuat untuk mendukung perencanaan terkait mitigasi perubahan iklim.
Secara khusus dia menyoroti perlunya kebijakan agar energi baru terbarukan dan bahan baku daur ulang dapat memiliki daya saing menghadapi energi fosil serta bahan baku ekstraktif.
Pemerintah memiliki fungsi tersebut, kata Alin, yaitu mengarahkan pasar sebagai agen ekonomi sehingga beralih dari energi dan sumber daya cokelat ke hijau atau yang berkelanjutan.
"Dalam membuat kebijakan terutama yang detail itu harus ada komunikasi dengan agen ekonomi," jelasnya.
Baca juga: BMKG ingatkan perubahan iklim telah berdampak terhadap Indonesia
Baca juga: IPCC beri peringatan atas kelambanan tindakan atasi perubahan iklim
"Alam adalah tenaga yang bisa menggantikan energi kotor tadi. Maka di saat kita hadapi ancaman krisis 2050 ini suhu tidak perlu naik kalau kita mengubah pembangunan kita dari berbasis batu bara," kata Emil Salim dalam diskusi virtual bertajuk "Pentingnya Transisi Hijau untuk Mengatasi Krisis Iklim", diikuti dari Jakarta, Rabu.
Dia mengingatkan bahwa mayoritas sumber energi Indonesia masih bergantung kepada batu bara. Penggunaan energi fosil tersebut menjadi salah satu faktor yang mendorong perubahan iklim, dengan salah satu dampaknya adalah kenaikan temperatur bumi.
Emil, yang menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup RI 1978-1993, mendorong diubahnya praktik tersebut ke energi baru terbarukan dengan memanfaatkan energi surya, angin dan berbagai macam energi yang ada di alam.
"Jadi kita mesti mengubah pola pembangunan yang energi kotor ke energi bersih dan itu bisa," katanya.
Baca juga: Emil Salim ingatkan Indonesia berkepentingan cegah perubahan iklim
Baca juga: Indonesia perlu tingkatan penindakan ekosida atasi krisis iklim
Secara khusus dia mendorong generasi muda untuk menguasai ilmu pengetahuan agar mempercepat transisi ke ekonomi hijau. Hal itu diperlukan karena dampak perubahan iklim akan dirasakan oleh generasi muda di masa depan.
Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa diperlukan regulasi turunan yang kuat untuk mendukung perencanaan terkait mitigasi perubahan iklim.
Secara khusus dia menyoroti perlunya kebijakan agar energi baru terbarukan dan bahan baku daur ulang dapat memiliki daya saing menghadapi energi fosil serta bahan baku ekstraktif.
Pemerintah memiliki fungsi tersebut, kata Alin, yaitu mengarahkan pasar sebagai agen ekonomi sehingga beralih dari energi dan sumber daya cokelat ke hijau atau yang berkelanjutan.
"Dalam membuat kebijakan terutama yang detail itu harus ada komunikasi dengan agen ekonomi," jelasnya.
Baca juga: BMKG ingatkan perubahan iklim telah berdampak terhadap Indonesia
Baca juga: IPCC beri peringatan atas kelambanan tindakan atasi perubahan iklim
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: