Rubel Rusia tergelincir melewati 100 terhadap dolar, bank buru valas
2 Maret 2022 15:28 WIB
Koin Rubel Rusia terlihat di depan uang kertas dolar AS yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil, 24 Februari 2022. ANTARA?REUTERS/Dado Ruvic/Illustrasi
Moskow (ANTARA) - Rubel tergelincir melewati 100 terhadap dolar pada Rabu, kembali ke rekor terendah, dan pasar saham tetap ditutup karena sistem keuangan Rusia terhuyung-huyung di bawah beban sanksi Barat yang dikenakan atas invasi Moskow ke Ukraina.
Rubel melemah 4,0 persen hari ini di 105,20 terhadap dolar pada pukul 07.52 GMT di perdagangan Moskow dan turun 4,3 persen menjadi diperdagangkan pada 117,90 terhadap euro, didukung oleh perusahaan-perusahaan Rusia.
Untuk hari ketiga berturut-turut, rubel melemah di luar Rusia, diperdagangkan pada 112 terhadap dolar di platform perdagangan elektronik EBS, tetapi masih di bawah level terendah sepanjang masa di 120 yang dicapai pada Senin (28/2/2022).
Rubel telah jatuh sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, pada satu titik kehilangan sepertiga nilainya dalam perdagangan Moskow.
Rusia mengatasi krisis dengan menaikkan suku bunga acuan secara tajam menjadi 20 persen, memberitahu perusahaan untuk mengkonversi 80 persen dari pendapatan mata uang asing mereka di pasar domestik karena bank sentral menghentikan intervensi valas sendiri akibat sanksi yang menargetkan cadangan negara Rusia.
Moskow menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus" yang katanya tidak dirancang untuk menduduki wilayah tetapi untuk menghancurkan kemampuan militer tetangga selatannya dan menangkap apa yang dianggapnya sebagai nasionalis berbahaya.
Ketika rumah tangga dan bisnis di Rusia bergegas untuk mengkonversi rubel yang jatuh ke mata uang asing, bank menaikkan suku bunga deposito mata uang asing.
Pemberi pinjaman terbesar Rusia Sberbank menawarkan untuk membayar 4,0 persen pada deposito hingga 1.000 dolar AS, sementara pemberi pinjaman swasta terbesar Alfa Bank menawarkan 8,0 persen pada deposito dolar tiga bulan.
Rubel yang lemah akan memukul standar hidup di Rusia dan memicu inflasi yang sudah tinggi, sementara sanksi Barat diperkirakan akan menciptakan kekurangan barang dan jasa penting seperti mobil atau penerbangan.
Baca juga: Euro jatuh ke terendah sejak Juni 2020 karena invasi Rusia ke Ukraina
Baca juga: Minyak melonjak, saham merosot, rubel jatuh karena sanksi keras Rusia
Baca juga: Emas melonjak 43 dolar, krisis Ukraina dorong permintaan "safe-haven"
Rubel melemah 4,0 persen hari ini di 105,20 terhadap dolar pada pukul 07.52 GMT di perdagangan Moskow dan turun 4,3 persen menjadi diperdagangkan pada 117,90 terhadap euro, didukung oleh perusahaan-perusahaan Rusia.
Untuk hari ketiga berturut-turut, rubel melemah di luar Rusia, diperdagangkan pada 112 terhadap dolar di platform perdagangan elektronik EBS, tetapi masih di bawah level terendah sepanjang masa di 120 yang dicapai pada Senin (28/2/2022).
Rubel telah jatuh sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, pada satu titik kehilangan sepertiga nilainya dalam perdagangan Moskow.
Rusia mengatasi krisis dengan menaikkan suku bunga acuan secara tajam menjadi 20 persen, memberitahu perusahaan untuk mengkonversi 80 persen dari pendapatan mata uang asing mereka di pasar domestik karena bank sentral menghentikan intervensi valas sendiri akibat sanksi yang menargetkan cadangan negara Rusia.
Moskow menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus" yang katanya tidak dirancang untuk menduduki wilayah tetapi untuk menghancurkan kemampuan militer tetangga selatannya dan menangkap apa yang dianggapnya sebagai nasionalis berbahaya.
Ketika rumah tangga dan bisnis di Rusia bergegas untuk mengkonversi rubel yang jatuh ke mata uang asing, bank menaikkan suku bunga deposito mata uang asing.
Pemberi pinjaman terbesar Rusia Sberbank menawarkan untuk membayar 4,0 persen pada deposito hingga 1.000 dolar AS, sementara pemberi pinjaman swasta terbesar Alfa Bank menawarkan 8,0 persen pada deposito dolar tiga bulan.
Rubel yang lemah akan memukul standar hidup di Rusia dan memicu inflasi yang sudah tinggi, sementara sanksi Barat diperkirakan akan menciptakan kekurangan barang dan jasa penting seperti mobil atau penerbangan.
Baca juga: Euro jatuh ke terendah sejak Juni 2020 karena invasi Rusia ke Ukraina
Baca juga: Minyak melonjak, saham merosot, rubel jatuh karena sanksi keras Rusia
Baca juga: Emas melonjak 43 dolar, krisis Ukraina dorong permintaan "safe-haven"
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: