Jakarta (ANTARA) - Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan sejumlah indikator pengendalian pandemi COVID-19 di Indonesia belum mencapai fase endemi dalam perjalanan dua tahun pandemi.

"2 Maret 2022 tepat dua tahun kita menjalani masa pandemi COVID-19, dan mulai ada pembicaraan tentang pandemi dan endemi," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu

Tjandra mengatakan pandemi COVID-19 dinyatakan oleh Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 11 Maret 2020.

Baca juga: Kemenkes: Indonesia masuk fase praendemi saat kasus terkendali

Baca juga: Menkes: Pemerintah pertimbangkan ubah status COVID-19 menjadi endemi


Sehingga, bila pandemi COVID-19 telah selesai, kata Tjandra, akan ada lagi pernyataan resmi dari WHO sesuai keadaan dunia yang hingga sekarang belum diketahui kapan waktunya.

Tjandra yang juga Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu mengatakan hal ini pernah dialami dunia saat pandemi H1N1 yang bermula pada 11 Juni 2009.

"Dalam satu tahun dua bulan kemudian, pada 10 Agustus 2010 Dirjen WHO menyatakan dunia sudah memasuki masa pascapandemi H1N1. Maka, pandemi ketika itu resmi selesai," katanya.

Tjandra mengatakan setiap negara dapat membuat pernyataan bahwa mereka sudah dapat mengendalikan wabah COVID-19 atau sudah masuk dalam fase endemi.

"Tetapi, pernyataan beberapa negara bahwa mereka sudah endemi sama sekali tidak berarti pandemi sudah selesai," katanya.

Jika melihat situasi di Indonesia, kata Tjandra, situasi COVID-19 bisa dikatakan sudah terkendali bila angka positive rate atau perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan di bawah 5 persen.

Baca juga: Pakar optimistis pandemi COVID-19 lebih terkendali pada 2022

Sementara data yang dilaporkan pemerintah per 25 Februari 2022 adalah 17,93 persen. Walaupun pada 26 Februari 2022 angkanya sudah menurun, tapi masih cukup tinggi, yaitu 15,91 persen. "Cukup jauh di atas batas 5 persen yang kita kehendaki bersama," ujarnya.

Indikator lain adalah angka reproduksi efektif atau angka kemampuan penyebaran penyakit harus di bawah angka 1. "Ada beberapa pihak yang menyebutkan angka reproduksi kita di hari-hari ini masih di atas 1, ada yang melaporkan 1.161," katanya.

Tjandra mengatakan jumlah pasien dan kematian juga harus ditekan rendah, serta pelayanan kesehatan perlu selalu siaga menghadapi kemungkinan kenaikan kasus dalam waktu tertentu.

Menurut Tjandra, angka positive rate di Indonesia sempat cukup lama berada di bawah 5 persen pada akhir 2021 dan angka reproduksi juga pernah di bawah 1. "Tapi dengan serangan Omicron, angka positive rate dan angka reproduksi naik lagi seperti sekarang ini," katanya.

Baca juga: Epidemiolog UI optimistis Indonesia masuk fase endemi pada 2022

Baca juga: Satgas: Mengontrol komorbid salah satu faktor Indonesia menuju endemi


Selain mendorong pemerintah untuk terus berupaya mengendalikan pandemi, Tjandra juga mengingatkan bahwa Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan varian baru COVID-19 di dunia.

"Yang jelas, tentu kita semua berharap bahwa COVID-19 akan segera dapat diatasi di dunia dan juga negara kita," katanya.