Tanjungpinang (ANTARA) - Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Kepulauan Riau Zamzami A. Karim menilai tidak ada urgensi untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 dan memperpanjang masa jabatan presiden karena bertentangan dengan konstitusi.

Zamzami menyebut konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 (UUD 1945) tersebut dapat dilanggar apabila negara dalam kondisi darurat atau mendesak untuk melaksanakan suatu pesta demokrasi.

"Sepertinya memang tak ada alasan mendesak menunda Pemilu (Serentak) 2024 maupun perpanjangan masa jabatan presiden," kata Zamzami di Tanjungpinang, Senin.

Apalagi, lanjutnya, tahapan Pemilu Serentak 2024 sudah disepakati bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selain itu, tambahnya, Presiden Joko Widodo juga sudah berkomitmen tidak ingin ada perpanjangan masa jabatan.

"Jokowi komitmen cukup dua periode masa jabatan," tukasnya.

Jika penundaan pemilu perlu dilakukan dengan alasan kondisi pandemi COVID-19, maka seharusnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 juga ditunda. Namun, tegasnya, pada kenyataannya Pilkada Serentak 2020 terbukti berjalan aman dan lancar.

"Kalau bicara pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi, Pemerintah juga sudah sepakat menerapkan era kenormalan baru. Jadi, belum bisa dikatakan negara tengah darurat ekonomi," katanya.

Dia juga menilai narasi-narasi dari beberapa pihak untuk menunda Pemilu Serentak 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden dibangun atas kepentingan kelompok tertentu, yakni dari para elite dan tokoh politik penguasa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Menurutnya, momen usulan penundaan Pemilu Serentak 2024 dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk memperpanjang masa jabatan mereka saat ini.

Hal ini juga berkaitan erat dengan kesiapan figur tertentu menuju perebutan kursi RI1.

"Kalau pemilu ditunda dan jabatan presiden diperpanjang, tentu mereka yang punya kepentingan tadi dapat waktu tambahan untuk melakukan konsolidasi," ujarnya.

Penetapan hari pencoblosan Pemilu Serentak 2024 pada 14 Februari 2024 sudah merupakan konsensus nasional, sehingga pihak-pihak yang menolak ketetapan tersebut sama halnya melanggar konstitusi atau UUD 1945.

Baca juga: Pengamat: Indonesia tak akan maju bila berdebat penundaan pemilu
Baca juga: Pemerintah tampung aspirasi penundaan Pemilu Serentak 2024