Jakarta (ANTARA) - Wacana pemindahan ibu kota negara (IKN) yang telah bergulir sejak masa pemerintahan Ir. Soekarno mulai terealisasikan secara bertahap pada saat ini.

Pemerintah meneguhkan komitmen pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta menuju Nusantara yang terletak di Kalimantan Timur melalui pembangunan landasan hukum, yaitu Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Undang-undang tersebut diharapkan mampu memenuhi bentuk ibu kota negara yang ideal. Bahkan, juga menyempurnakan regulasi di Tanah Air karena sejauh ini, sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belum ada satu pun undang-undang yang secara khusus mengatur tentang ibu kota negara.

Terdapat berbagai latar belakang yang mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan politiknya mengimplementasikan pemindahan ibu kota negara.

Beberapa di antaranya, berdasarkan hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI sejak 2017, ibu kota negara yang saat ini berkedudukan di DKI Jakarta sudah tidak mampu berperan optimal menjadi kota yang menjamin warganya agar senantiasa aman, terhindar dari bencana alam, ataupun mendapatkan kondisi hidup yang layak dan berkelanjutan.

Ketidakmampuan tersebut disebabkan pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat kenyamanan hidup yang makin menurun, bahkan adanya ketidakmerataan persebaran pertumbuhan ekonomi di luar Jakarta dan Pulau Jawa.

Di samping itu, sebagaimana yang dimuat dalam naskah UU IKN, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta menuju Nusantara untuk mewujudkan tujuan bernegara yang telah dimuat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Menurut pakar Ilmu Politik Universitas Indonesia Andrinof Achir Chaniago yang juga Kepala Bappenas periode 2014—2015, pemindahan ibu kota negara merupakan langkah membangun anak tangga untuk mengefektifkan program percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia, daerah tertinggal, pulau-pulau terluar, dan daerah perbatasan.

Sambutan yang baik terhadap pemindahan ibu kota negara disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Timur H.M. Aswin. Ia bergembira atas kebijakan pemindahan ibu kota negara menuju ke wilayah tempat tinggalnya.

Pemerintah daerah menganggap pemindahan ibu kota negara tersebut menjadi hal yang baik bagi Kalimantan Timur sehingga mendukung penuh kebijakan itu.

Baca juga: Kepala BIN sebut IKN Nusantara jadi pusat peradaban baru di Indonesia

Baca juga: Bappenas: Pemindahan IKN untuk ciptakan pusat ekonomi baru



Akomodasi Kepentingan Lokal

Terkait dengan implementasi pemindahan ibu kota negara, akomodasi kepentingan lokal menjadi hal yang tidak bisa diabaikan.

Sebagai negara demokrasi, kata peneliti Pusat Riset Politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syafuan Rozi, pemindahan ibu kota negara sudah sepatutnya berada dalam kerangka demokrasi prosedural dan deliberatif. Artinya, pemindahan ibu kota negara perlu menimbang berbagai aspirasi pusat dan daerah.

Pemerintah wajib untuk mengakomodasi suara-suara tentang kepentingan, baik di pusat maupun dari berbagai pihak di daerah, seperti pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), tokoh adat, aliansi masyarakat adat, paguyuban komunitas migran, komunitas perempuan, lanjut usia, kaum difabel, asosiasi pengusaha lokal, dan kampus lokal.

Dengan demikian, pemindahan ibu kota negara akan mampu menciptakan suasana kepemilikan bersama. Setiap langkah di dalamnya merupakan himpunan keinginan dan kekuatan bersama dari segenap bangsa Indonesia.

Berkenaan dengan hal itu, Pemerintah pun telah turun langsung menuju Kalimantan Timur sebagai cikal bakal ibu kota negara yang baru. Kedatangan Pemerintah untuk menyerap aspirasi lokal.

Melalui Kantor Staf Kepresidenan, seperti yang dikemukakan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, ditemukan beberapa harapan mendalam dari masyarakat setempat yang diwakili oleh tokoh adat, pemuka agama, akademisi, bahkan perkumpulan pemuda.

Mereka berharap pembangunan ibu kota negara benar-benar mampu menjaga lingkungan, terlebih mengingat wilayah Kalimantan merupakan paru-paru dunia. Pemerintah bergerak cepat mengawal harapan itu dengan menegaskan bahwa pembangunan ibu kota negara akan tetap mempertahankan sekitar 70 persen wilayah hijau di Kalimantan Timur.

Masyarakat Kalimantan Timur pun berharap modernitas yang menjadi salah satu kiblat pembangunan ibu kota negara yang baru tidak mengesampingkan nilai-nilai budaya lokal.

Selain itu, masyarakat lokal mengharapkan Pemerintah mampu membuka ruang seluas-luasnya untuk keterlibatan sumber daya manusia setempat dalam pembangunan ibu kota negara. Dengan demikian, manfaat dari pemindahan ibu kota dapat pula menyentuh aspek pemberdayaan sumber daya masyarakat lokal.

Dari aspirasi itu, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro menegaskan bahwa pembangunan ibu kota negara yang baru tidak hanya mengedepankan infrastruktur, tetapi juga mengembangkan sumber daya masyarakat setempat.

Bahkan, ruang keterlibatan masyarakat diperkokoh oleh DPR di dalam UU IKN. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan bahwa pihaknya telah menambahkan satu bab terkait dengan fungsi pengawasan dan partisipasi masyarakat.

Fungsi pengawasan dan partisipasi masyarakat itu, menurut Ahmad Doli, memperteguh bahwa pemindahan ibu kota negara merupakan kegiatan milik segenap bangsa dan negara Indonesia.

Di samping itu, Direktur Eksekutif Ruang Waktu Knowledge-Hub for Sustainable Urban Development Wicaksono Sarosa menyampaikan beberapa masyarakat lokal yang mendukung pemindahan ibu kota negara pun berharap Pemerintah nantinya akan lebih memperhatikan perihal kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun di Pulau Kalimantan.

Atas segala dukungan dan akomodasi kepentingan lokal itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Moeldoko, implementasi pemindahan ibu kota negara memang membutuhkan kerja sama besar dari segenap bangsa Indonesia karena hal tersebut menyangkut hajat seluruh pihak, tidak terbatas pada Pemerintah.

Baca juga: Bappenas sebut pemindahan IKN strategi capai Indonesia Maju 2045

Baca juga: Pemerintah tingkatkan SDM setempat di IKN


Memaknai Pemindahan IKN

Sampai saat ini, berbagai pendapat ataupun pihak-pihak yang terbelah ke dalam tiga posisi, mulai dari pihak pro terhadap pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara, pihak kontrak, hingga mereka yang memilih untuk netral, memang tidak dapat dihindari.

Sebagaimana yang dimuat dalam naskah akademik “Pemindahan Ibu Kota Negara” oleh Bappenas RI, untuk negara-negara yang berada dalam situasi pembangunan, seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia yang di dalamnya termasuk Indonesia, keberadaan ibu kota menjadi hal yang sensitif dan dianggap sebagai penguat bagi simbol-simbol kebangsaan, pemersatu, serta pemerataan pembangunan fisik dan ekonomi suatu wilayah suatu negara.

Sensitivitas tersebut yang ikut pula menjadi faktor pemicu munculnya pihak yang pro, kontra, ataupun netral. Meskipun begitu, dengan segala bentuk perbedaan pendapat dan keniscayaan keberagaman yang memang dimiliki Indonesia itu, Bappenas menekankan yang terpenting adalah ibu kota negara yang baru mampu mencerminkan identitas bangsa Indonesia.

Negara Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa, memiliki 1.100 suku bangsa, 700 bahasa lokal, 300 gaya seni tari, 400 lagu daerah, dan 23 lingkungan adat, hidup sebagai bangsa dan negara dalam berbagai keragaman dan perbedaan yang berjalan baik sampai saat ini karena didasari oleh Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, bahkan dibingkai melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan memperhatikan pentingnya aspek simbolisasi negara melalui ibu kota ini, dapat dimaknai pula bahwa kebutuhan terkait dengan ibu kota negara adalah wilayah yang mampu merepresentasikan identitas dan persatuan bangsa dalam kerangka bangunan milik bangsa dan negara, merefleksikan kebinekaan yang dimiliki Tanah Air, dan meningkatkan penghayatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara.

Segala harapan itu ternyata adalah komitmen yang digenggam pula oleh Pemerintah dengan dipertegasnya prinsip pemindahan ibu kota negara oleh Pasal 5 Undang-Undang Ibu Kota Negara. Di dalamnya, disebutkan Nusantara sebagai ibu kota negara akan dikelola berdasarkan prinsip kota modern, berkelanjutan, dan berkelas internasional dengan mencerminkan bangsa Indonesia dan sebagai simbol keberagaman yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Semoga segala niat baik tersebut dapat terwujud sebagaimana mestinya.

Baca juga: Moeldoko: Pemindahan IKN tidak abaikan SDM setempat

Baca juga: Presiden Jokowi: IKN Nusantara jadi respons hadapi perubahan iklim