Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memberikan solusi strategis kepada petani kopi dan koperasi kopi di Aceh Tengah, Aceh, agar mampu menembus pasar global.

Pertama ialah koperasi petani kopi harus berhubungan langsung dengan buyer (pembeli).

"Arahan Presiden Jokowi untuk memperkuat sektor pangan nasional dengan membangun corporate farming di seluruh Indonesia, di mana tidak ada lagi petani perorangan berlahan kecil yang berhubungan dengan buyer,” ujarnya di Gudang Proccessing Kopi milik Koperasi Produsen Gayo Highland, Aceh, sebagaimana dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu.

Ia menekankan petani perorangan ikut serta ke dalam koperasi sehingga memiliki kualitas produk yang baik, efisien, dan masuk skala ekonomi.

Usul yang kedua yakni koperasi petani kopi (primer) yang ada di Aceh Tengah bergabung membentuk satu koperasi sekunder. Dengan itu, produk kopi asal Aceh Tengah memiliki satu pintu masuk ke pasar ekspor.

Teten mengharapkan kualitas dan produktivitas kopi asal Aceh Tengah terus ditingkatkan sebagaimana Vietnam yang mampu memproduksi kopi sebanyak dua ton per hektare dengan kualitas baik.

"Kami akan terus mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas produk dan konsolidasi produk kopi," katanya.

Untuk memperkuat permodalan koperasi, ia memberikan solusi agat memanfaatkan dana bergulir dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) yang memiliki bunga murah.

Hal ini ditujukan supaya koperasi memiliki kemampuan membeli produk langsung dari petani, termasuk dalam pengadaan Rumah Produksi Bersama (factory sharing). Adapun untuk onfarm (para petani), dikatakan dapat memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kluster.

Selain itu, Menkop mengusulkan agar petani mengkombinasikan lahan menanam kopi dan pisang. Dalam arti, ada substitusi musim tanam dan panen antara kopi dengan pisang.

"Hasil kajian FAO (Food and Agriculture Organization) menyebutkan bahwa pola tumpang-sari seperti itu, antara kopi dan pisang, mampu meningkatkan pendapatan petani atau berpendapatan jauh lebih baik ketimbang hanya menanam satu jenis tanaman saja," kata Teten.

Sebelumnya, salah satu perwakilan petani menyatakan bahwa pihaknya menghadapi beberapa kendala, antara lain kualitas kopi yang menurun karena musim panen kopi kerap bersamaan dengan musim hujan.

Ia merasa memerlukan Rumah Jemur Kopi atau Green House agar harga kopi di pasar tetap terjaga baik domestik maupun ekspor.

Ketua Koperasi Produsen Gayo Highland Abdullah juga menyampaikan marjin yang diterima koperasi dan petani kopi masih belum maksimal meskipun produksi kopi mencapai 54 lot dengan total lahan 1.000 hektare.

Penyebabnya, sebut dia, ialah kegiatan ekspor masih melalui perantara atau mitra.

"Padahal, kita tinggal selangkah lagi untuk bisa melakukan ekspor sendiri. Kami mohon dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM untuk mewujudkan itu," kata Abdullah.

Baca juga: Gernas BBI Aceh hadir agar camilan ikan jadi pendamping minum kopi

Baca juga: Gernas BBI, UMKM kopi binaan Bank Indonesia tembus pasar global

Baca juga: Gubernur: Sebagian besar kopi gayo di kelola masyarakat

Baca juga: Tingkatkan wisatawan, Aceh gelar Festival Kopi Kutaraja