DJP: Kesepakatan internasional pajak digital diimplementasikan 2023
25 Februari 2022 19:17 WIB
Tangkapan layar Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama dalam webinar "Menerka Arah Kebijakan Perpajakan Internasional Pasca Terbit UU HPP", Jumat (25/2/2022). (ANTARA/Sanya Dinda)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama menyatakan kesepakatan internasional terkait pajak digital yang terdiri dari dua pilar akan diimplementasikan pada 2023.
Pilar pertama akan memberikan solusi untuk mengatasi tantangan perpajakan dari digitalisasi ekonomi dan mengalokasikan hak pemajakan tanpa mendasarkan kehadiran fisik.
Sementara pilar kedua diterapkan untuk memastikan bahwa Perusahaan Multinasional (PMN) yang beroperasi secara internasional dengan kehadiran fisik membayar pajak dengan tarif minimum yang disepakati.
"Penerapan pilar pertama akan membuat Indonesia mendapatkan alokasi hak pemajakan atas penghasilan yang diterima PMN digital terbesar tanpa keharusan ada kehadiran fisik di Indonesia," kata Utama dalam webinar "Menerka Arah Kebijakan Perpajakan Internasional Pasca Terbit UU HPP" yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Pilar pertama terdiri dari amount A dan amount B. Dimana amount a mendasarkan pengenaan pajak untuk PMN beromzet global di atas 20 miliar euro dan tingkat profitabilitas di atas 10 persen sementara amount B mendasarkan pungutan pajak pada prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arm's Length Principle/ALP). "Dampaknya, penerimaan pajak yang berasal dari amount A akan bergantung pada jumlah PMN yang memiliki nexus di Indonesia, nilai revenue yang diperoleh PMN di Indonesia, dan tingkat profitabilitasnya," katanya.
Pilar kedua terdiri dari Global Anti Erosion Base untuk PMN dengan kehadiran fisik di Indonesia yang memenuhi threshold 750 juta euro sesuai BEPS aksi 13.
Di samping itu, dalam pilar kedua juga terdapat Subject to Tax Ratio (STTR) yang ketentuannya akan mengubah beberapa klausul P3B dengan tarif minimum 9 persen.
"Untuk ini dampaknya penerimaan pajak akan bergantung pada jumlah Ultimate Parent Entity (UPE) yang berdomisili di Indonesia dan mempunyai constituent entity-nya yang berada di yurisdiksi yang tarif pajaknya di bawah tarif minimum. Dan ini diperkirakan akan mempengaruhi efektivitas insentif pajak khususnya tax holiday," katanya.
Pilar pertama akan memberikan solusi untuk mengatasi tantangan perpajakan dari digitalisasi ekonomi dan mengalokasikan hak pemajakan tanpa mendasarkan kehadiran fisik.
Sementara pilar kedua diterapkan untuk memastikan bahwa Perusahaan Multinasional (PMN) yang beroperasi secara internasional dengan kehadiran fisik membayar pajak dengan tarif minimum yang disepakati.
"Penerapan pilar pertama akan membuat Indonesia mendapatkan alokasi hak pemajakan atas penghasilan yang diterima PMN digital terbesar tanpa keharusan ada kehadiran fisik di Indonesia," kata Utama dalam webinar "Menerka Arah Kebijakan Perpajakan Internasional Pasca Terbit UU HPP" yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Pilar pertama terdiri dari amount A dan amount B. Dimana amount a mendasarkan pengenaan pajak untuk PMN beromzet global di atas 20 miliar euro dan tingkat profitabilitas di atas 10 persen sementara amount B mendasarkan pungutan pajak pada prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arm's Length Principle/ALP). "Dampaknya, penerimaan pajak yang berasal dari amount A akan bergantung pada jumlah PMN yang memiliki nexus di Indonesia, nilai revenue yang diperoleh PMN di Indonesia, dan tingkat profitabilitasnya," katanya.
Pilar kedua terdiri dari Global Anti Erosion Base untuk PMN dengan kehadiran fisik di Indonesia yang memenuhi threshold 750 juta euro sesuai BEPS aksi 13.
Di samping itu, dalam pilar kedua juga terdapat Subject to Tax Ratio (STTR) yang ketentuannya akan mengubah beberapa klausul P3B dengan tarif minimum 9 persen.
"Untuk ini dampaknya penerimaan pajak akan bergantung pada jumlah Ultimate Parent Entity (UPE) yang berdomisili di Indonesia dan mempunyai constituent entity-nya yang berada di yurisdiksi yang tarif pajaknya di bawah tarif minimum. Dan ini diperkirakan akan mempengaruhi efektivitas insentif pajak khususnya tax holiday," katanya.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: