Risiko kematian lansia berkomorbid tanpa vaksin lebih tinggi
25 Februari 2022 15:58 WIB
Tangkapan layar pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia Pandu Riono dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat (25/2/2022). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengemukakan kelompok lanjut usia (lansia) dengan komorbid dan belum menerima vaksin berisiko lebih tinggi mengalami kematian di tengah dominasi wabah Omicron.
"Semakin tinggi usia, semakin tinggi risiko kematian," kata Pandu Riono dalam agenda konferensi pers secara virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat siang.
Ia mengatakan proporsi kasus kematian berdasarkan umur yang diteliti per 1 Maret hingga 16 Februari 2022 di Tanah Air didominasi usia 60 tahun ke atas berjumlah 13 persen.
Pada usia 40 hingga 44 tahun berkisar 2,1 persen, sementara usia balita hingga remaja berkisar 0,2 persen hingga 0,6 persen. "Angka kematian pada anak rendah sekali, tapi balita 0,6 persen," katanya.
Baca juga: Menkes: Pemerintah perkuat data dari BPJS deteksi dini pasien komorbid
Pandu yang juga seorang epidemiolog itu mengatakan situasi tersebut dipengaruhi vaksinasi yang telah dimiliki anak, khususnya pada usia 6 hingga 18 tahun. Serta sebagian dipengaruhi peningkatan titer antibodi alami karena riwayat pernah tertular COVID-19.
"Hasil sero survei pada umur anak 1 tahun sampai yang tertua sudah banyak memiliki antibodi. Artinya mereka sudah terinfeksi tapi kematian rendah," katanya.
Pandu mengatakan vaksinasi terbukti efektif menekan laju kematian pada penderita COVID-19. "Vaksinasi lengkap menekan angka kematian yang signifikan. Kuncinya adalah imunitas," katanya.
Berdasarkan penelitian pada kurun yang sama, sebanyak 7,5 persen masyarakat belum menerima vaksinasi COVID-19 dilaporkan meninggal. Sebanyak 2,4 persen lainnya dialami masyarakat penerima dosis 1 dan 0,5 persen penerima dosis 2.
Bila dilihat berdasarkan proporsi kasus kasus kematian COVID-19 berdasarkan status komorbid, kata Pandu, didominasi oleh masyarakat yang memiliki lebih dari satu penyakit bawaan. "Semakin banyak komorbid, risiko kematian semakin tinggi," katanya.
Baca juga: Pakar: Pemberian gizi seimbang pada lansia cegah risiko komorbid
Terdapat empat jenis komorbid yang diteliti dalam laporan tersebut, yakni penyakit gagal ginjal yang menempati risiko kematian tertinggi sekitar 42,3 persen, penyakit jantung 27,8 persen, Diabetes Melitus 25,2 persen, dan hipertensi 17,8 persen.
Menurut Pandu kasus kematian pada penderita tanpa komorbid hanya 2,8 persen, satu komorbid 14,8 persen, dua komorbid 25,5 persen tiga komorbid 36,5 persen dan empat komorbid 40 persen.
Pandu menyimpulkan lansia dengan komorbid dan belum menerima vaksin berisiko lebih tinggi mengalami kematian sebab menduduki peringkat tertinggi angka kematian 35,1 persen. Sementara yang bukan lansia berkisar 28,2 persen.
Sementara itu dilansir dari laporan harian Satgas Penanganan COVID-19 angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia per Kamis (24/2) siang bertambah 317 jiwa dari total 147.342 jiwa.
Baca juga: IDAI: Anak dengan penyakit penyerta lebih berisiko alami perburukan
Baca juga: Tak hanya bagi komorbid, COVID-19 juga berbahaya bagi semua kelompok
"Semakin tinggi usia, semakin tinggi risiko kematian," kata Pandu Riono dalam agenda konferensi pers secara virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat siang.
Ia mengatakan proporsi kasus kematian berdasarkan umur yang diteliti per 1 Maret hingga 16 Februari 2022 di Tanah Air didominasi usia 60 tahun ke atas berjumlah 13 persen.
Pada usia 40 hingga 44 tahun berkisar 2,1 persen, sementara usia balita hingga remaja berkisar 0,2 persen hingga 0,6 persen. "Angka kematian pada anak rendah sekali, tapi balita 0,6 persen," katanya.
Baca juga: Menkes: Pemerintah perkuat data dari BPJS deteksi dini pasien komorbid
Pandu yang juga seorang epidemiolog itu mengatakan situasi tersebut dipengaruhi vaksinasi yang telah dimiliki anak, khususnya pada usia 6 hingga 18 tahun. Serta sebagian dipengaruhi peningkatan titer antibodi alami karena riwayat pernah tertular COVID-19.
"Hasil sero survei pada umur anak 1 tahun sampai yang tertua sudah banyak memiliki antibodi. Artinya mereka sudah terinfeksi tapi kematian rendah," katanya.
Pandu mengatakan vaksinasi terbukti efektif menekan laju kematian pada penderita COVID-19. "Vaksinasi lengkap menekan angka kematian yang signifikan. Kuncinya adalah imunitas," katanya.
Berdasarkan penelitian pada kurun yang sama, sebanyak 7,5 persen masyarakat belum menerima vaksinasi COVID-19 dilaporkan meninggal. Sebanyak 2,4 persen lainnya dialami masyarakat penerima dosis 1 dan 0,5 persen penerima dosis 2.
Bila dilihat berdasarkan proporsi kasus kasus kematian COVID-19 berdasarkan status komorbid, kata Pandu, didominasi oleh masyarakat yang memiliki lebih dari satu penyakit bawaan. "Semakin banyak komorbid, risiko kematian semakin tinggi," katanya.
Baca juga: Pakar: Pemberian gizi seimbang pada lansia cegah risiko komorbid
Terdapat empat jenis komorbid yang diteliti dalam laporan tersebut, yakni penyakit gagal ginjal yang menempati risiko kematian tertinggi sekitar 42,3 persen, penyakit jantung 27,8 persen, Diabetes Melitus 25,2 persen, dan hipertensi 17,8 persen.
Menurut Pandu kasus kematian pada penderita tanpa komorbid hanya 2,8 persen, satu komorbid 14,8 persen, dua komorbid 25,5 persen tiga komorbid 36,5 persen dan empat komorbid 40 persen.
Pandu menyimpulkan lansia dengan komorbid dan belum menerima vaksin berisiko lebih tinggi mengalami kematian sebab menduduki peringkat tertinggi angka kematian 35,1 persen. Sementara yang bukan lansia berkisar 28,2 persen.
Sementara itu dilansir dari laporan harian Satgas Penanganan COVID-19 angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia per Kamis (24/2) siang bertambah 317 jiwa dari total 147.342 jiwa.
Baca juga: IDAI: Anak dengan penyakit penyerta lebih berisiko alami perburukan
Baca juga: Tak hanya bagi komorbid, COVID-19 juga berbahaya bagi semua kelompok
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: