Yogyakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi telah melakukan uji materi terhadap 370 undang-undang sejak 2003 atau sejak lembaga tersebut didirikan.

"Dari 370 `judicial review` yang dilakukan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi (MK), 24 persen di antaranya dikabulkan," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat menjadi pembicara dalam kuliah pembuka Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, pengabulan uji materi yang dilakukan oleh MK tersebut tidak lantas membuat seluruh isi undang-undang tidak berlaku, tetapi ada beberapa pasal yang akhirnya dibatalkan karena menyalahi konstitusi.

Sejumlah pasal yang dibatalkan tersebut, di antaranya, adalah pasal penghinaan kepada presiden dalam KUHP karena mengekang kebebasan sehingga menghambat demokrasi.

MK juga membatalkan pasal yang melarang warga yang pernah menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif karena dalam UUD 1945 melarang adanya diskriminasi.

Selain menangani "judicial review" terhadap sejumlah pasal dalam undang-undang, MK juga telah menangani sebanyak 740 kasus legislatif dari pusat hingga daerah terkait pemilihan legislatif 2009.

Mahfud menambahkan, MK telah membatalkan sebanyak 72 kursi legislatif dari pusat hingga daerah karena terbukti diperoleh dengan cara yang menyalahi undang-undang, 12 di antaranya dari DPR.

"Selain itu, ratusan orang juga masuk penjara karena terbukti melakukan kecurangan saat pemilihan umum, seperti menggunakan uang atau surat palsu," kata Mahfud yang terpilih kembali sebagai Ketua MK pada 18 Agustus 2011.

Ia mengatakan, MK telah menjalankan fungsi untuk mengawal konstitusi guna meneguhkan sistem demokrasi di Indonesia.

"Demokrasi harus diimbangi dengan nomokrasi karena akan menjaga agar demokrasi tidak berjalan secara liar," katanya.

Negara demokrasi yang dikawal oleh nomokrasi, lanjut Mahfud, akan menjadi negara demokrasi yang berdasarkan pada hukum atau bisa juga disebut sebagai negara hukum yang demokratis.

Mahfud mengatakan, di dalam negara hukum konstitusi adalah rujukan tertinggi sehingga semua hukum atau aturan perundang-undangan yang ada harus sesuai dengan konstitusi.

"Jika undang-undang tidak sesuai dengan konstitusi, maka lembaga negara berhak membetulkan. Ini seperti yang dilakukan oleh MK," katanya.

(U.E013/S023)