Inggris tawarkan kerja sama transfer teknologi capai emisi nol bersih
25 Februari 2022 04:47 WIB
Penanggung Jawab Kepala Kebijakan Karbon Rendah dan Keuangan, Kelompok Pembangunan Karbon Rendah (FCDO) Kedubes Inggris Ida Suriany memaparkan materi dalam seminar internasional U20 yang bertajuk “Climate Change, The Pandemic and Economic Recovery” secara daring di Jakarta, Kamis (24/2). (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Inggris melalui Kedutaan Besar Inggris di Jakarta menawarkan kerja sama transfer teknologi dan pengetahuan kepada Indonesia dalam rangka mencapai target emisi nol bersih pada 2060.
“Transfer teknologi dan inovasi sudah berulang kali ditawarkan oleh Pemerintah Inggris kepada Pemerintah Indonesia agar bisa diwujudkan,” kata Penanggung Jawab Kepala Kebijakan Karbon Rendah dan Keuangan, Kelompok Pembangunan Karbon Rendah (FCDO) Kedubes Inggris Ida Suriany dalam seminar internasional U20 yang bertajuk “Climate Change, The Pandemic and Economic Recovery” secara daring di Jakarta, Kamis.
Menurut Ida, teknologi dan inovasi merupakan salah satu di antara tantangan dalam mewujudkan transisi menuju ekonomi hijau dan emisi nol bersih.
Dia menyebutkan empat tantangan utama yang dihadapi suatu negara, termasuk Indonesia dalam upaya pembangunan karbon rendah, di antaranya investasi yang tinggi, risiko aset terbengkalai (stranded assets), transfer teknologi dan inovasi, dan migrasi ke pekerjaan hijau (green jobs).
Baca juga: Riset: Inovasi teknologi dorong ekonomi hijau dan berkelanjutan
Lebih lanjut Ida merinci, dalam investasi dibutuhkan insentif atau mekanisme kebijakan untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya serta investasi untuk kegiatan karbon rendah dari sektor pemerintah ke sektor swasta.
Sementara itu, dalam risiko aset, pemerintah perlu mempersiapkan strategi untuk mengelola brown assets agar tidak menjadi aset terbengkalai.
Dalam transfer teknologi dan inovasi untuk pembangunan karbon rendah, lanjut Ida, harus bisa diakses secara luas, contohnya implementasi teknologi hidrogen.
Baca juga: BPPT dorong inovasi pengembangan energi alternatif
Adapun dalam menghadapi migrasi ke pekerjaan hijau, dia mengatakan, dibutuhkan peningkatan keterampilan (re-skilling and up skilling) sumber daya manusia dari tingkat teknis ke tingkat manajerial.
“Berbagai tantangan sekaligus juga kesempatan dalam mewujudkan pembangunan karbon rendah ini harus diatasi baik di tingkat nasional maupun daerah,” katanya.
Dia berharap pemerintah Indonesia tetap memasukkan pembangunan rendah karbon ke dalam indikator perencanaan pembangunan nasional, seperti yang sudah dimulai pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Ini menjadi RPJMN pertama yang ‘hijau’ dan kami berharap seterusnya untuk RPJMN 2025-2030 hingga 2045 saat Indonesia memperingati 100 tahun kemerdekaan, tetap memasukkan pembangunan rendah karbon di dalam indikator perencanaan pembangunan nasional,” ujarnya.
Baca juga: Berkat teknologi, harga listrik EBT kian murah ketimbang fosil
Baca juga: Komut PGN: Perlu teknologi penyimpanan cegah krisis energi
“Transfer teknologi dan inovasi sudah berulang kali ditawarkan oleh Pemerintah Inggris kepada Pemerintah Indonesia agar bisa diwujudkan,” kata Penanggung Jawab Kepala Kebijakan Karbon Rendah dan Keuangan, Kelompok Pembangunan Karbon Rendah (FCDO) Kedubes Inggris Ida Suriany dalam seminar internasional U20 yang bertajuk “Climate Change, The Pandemic and Economic Recovery” secara daring di Jakarta, Kamis.
Menurut Ida, teknologi dan inovasi merupakan salah satu di antara tantangan dalam mewujudkan transisi menuju ekonomi hijau dan emisi nol bersih.
Dia menyebutkan empat tantangan utama yang dihadapi suatu negara, termasuk Indonesia dalam upaya pembangunan karbon rendah, di antaranya investasi yang tinggi, risiko aset terbengkalai (stranded assets), transfer teknologi dan inovasi, dan migrasi ke pekerjaan hijau (green jobs).
Baca juga: Riset: Inovasi teknologi dorong ekonomi hijau dan berkelanjutan
Lebih lanjut Ida merinci, dalam investasi dibutuhkan insentif atau mekanisme kebijakan untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya serta investasi untuk kegiatan karbon rendah dari sektor pemerintah ke sektor swasta.
Sementara itu, dalam risiko aset, pemerintah perlu mempersiapkan strategi untuk mengelola brown assets agar tidak menjadi aset terbengkalai.
Dalam transfer teknologi dan inovasi untuk pembangunan karbon rendah, lanjut Ida, harus bisa diakses secara luas, contohnya implementasi teknologi hidrogen.
Baca juga: BPPT dorong inovasi pengembangan energi alternatif
Adapun dalam menghadapi migrasi ke pekerjaan hijau, dia mengatakan, dibutuhkan peningkatan keterampilan (re-skilling and up skilling) sumber daya manusia dari tingkat teknis ke tingkat manajerial.
“Berbagai tantangan sekaligus juga kesempatan dalam mewujudkan pembangunan karbon rendah ini harus diatasi baik di tingkat nasional maupun daerah,” katanya.
Dia berharap pemerintah Indonesia tetap memasukkan pembangunan rendah karbon ke dalam indikator perencanaan pembangunan nasional, seperti yang sudah dimulai pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Ini menjadi RPJMN pertama yang ‘hijau’ dan kami berharap seterusnya untuk RPJMN 2025-2030 hingga 2045 saat Indonesia memperingati 100 tahun kemerdekaan, tetap memasukkan pembangunan rendah karbon di dalam indikator perencanaan pembangunan nasional,” ujarnya.
Baca juga: Berkat teknologi, harga listrik EBT kian murah ketimbang fosil
Baca juga: Komut PGN: Perlu teknologi penyimpanan cegah krisis energi
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: