Jakarta (ANTARA) - Polemik mengenai perubahan mekanisme pencairan saldo jaminan hari tua (JHT) melalui Permenaker No. 2/2022 dinilai karena kesalahan persepsi di masyarakat mengenai program yang dijalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tersebut.
Guru Besar Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan program JHT di Indonesia terjebak pada persepsi pikiran pendek atau short sighted di kalangan pekerja dan sebagian kelompok masyarakat.
"Program ini disusun dengan mempertimbangkan rendahnya kesadaran masyarakat pekerja dalam menyisihkan penghasilannya sebagai jaring pengaman sosial pada masa mendatang. Di seluruh dunia semua negara mewajibkan pekerjanya menabung untuk di hari tua. Ada yang bentuk uang pensiun dan jaminan hari tua," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sejalan dengan itu, Hasbullah menilai sudah selayaknya saldo JHT dicairkan ketika pekerja berusia tua atau sudah tidak lagi aktif di dunia kerja, sehingga memberikan jaminan kelayakan hidup.
"Tapi, sekarang banyak yang berpikir pendek, padahal aturan Menaker itu sudah sangat bagus dan sesuai. Jaminan sosial dan manfaat jaminan sosial hanya dapat dicairkan ketika tua," ujarnya.
Berdasarkan data KSPI pada tahun lalu terdapat 50.000 pekerja yang terkena PHK. Adapun Kementerian Ketenagakerjaan memperkirakan pekerja yang terancam PHK mencapai 143.000 orang.
Sementara itu, jumlah peserta JHT pada tahun lalu mencapai 52 juta orang. Artinya, polemik mengenai kekhawatiran perubahan skema pencairan JHT hanya mewakili 0,3 persen peserta di dalam program tersebut.
Hasbullah menambahkan pekerja yang terkena PHK saat ini bisa memanfaatkan program baru BPJS Ketenagakerjaan, yakni jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Dengan demikian, pekerja tidak perlu khawatir mengenai masa depan ketika dikenai PHK setelah adanya perubahan mekanisme pencairan JHT ini.
Untuk itu, lanjutnya, para pekerja tidak perlu khawatir terkait dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, akumulasi dana JHT merupakan investasi pekerja untuk membangun negeri.
Ketimbang pembangunan infrastruktur didanai dari pinjaman luar negeri, yang mana imbal hasilnya akan lari ke luar negeri, maka pekerja di dalam negeri akan hanya jadi obyek.
Faktanya, banyak dana investasi yang masuk ke Indonesia sesungguhnya adalah dana jaminan sosial pekerja di negara-negara maju.
Dana jaminan sosial (DJS) yang besar merupakan sumber terbaik untuk diinvestasikan di dalam negeri, sebagai investasi pekerja (baik publik maupun swasta) untuk membangun negeri, sekaligus menjadi tulang punggung obligasi negara dan investasi jangka panjang lain yang hasilnya akan dinikmati oleh pekerja.
Baca juga: Menaker berdialog dengan KASBI dengar aspirasi revisi aturan JHT
Baca juga: Menaker akan revisi aturan program JHT jadi lebih sederhana
Baca juga: Presiden Jokowi perintahkan sederhanakan dan permudah pembayaran JHT
Persepsi pekerja soal JHT dinilai masih sempit
24 Februari 2022 20:53 WIB
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: