Satgas: Positivity rate mingguan RI naik tajam jadi 17,61 persen
24 Februari 2022 19:52 WIB
Tangkapan layar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam Konferensi Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia per 24 Februari 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (24/2/2022). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebutkan bahwa angka positivity rate mingguan Indonesia mengalami kenaikan tajam menjadi 17,61 persen per 20 Februari 2022.
“Positivity rate mingguan per tanggal 20 Februari 2022 adalah 17,61 persen. Meningkat cukup tajam dari positivity rate mingguan pada akhir Januari lalu yang hanya berada pada kisaran 1 persen,” kata Wiku, dalam Konferensi Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia per 24 Februari 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Wiku mengatakan sebelumnya, Indonesia sempat berhasil mempertahankan angka positivity rate di bawah 5 persen standar yang ditentukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) selama 135 hari berturut-turut. Terhitung sejak 17 September 2021 hingga 29 Januari 2022.
Bahkan, Indonesia sempat mencapai angka positivity rate terendah pada 12 Desember 2021, yakni 0,09 persen. Namun, angka tersebut kini naik tajam, meski masih jauh lebih rendah dibandingkan pada masa gelombang delta.
“Di masa gelombang delta, positivity rate dapat bertahan di atas 20 persen dalam lima minggu berturut-turut. Bahkan kita juga pernah mencapai positivity rate mingguan tertinggi hingga 30,24 persen pada 18 Juli 2021,” ucap Wiku.
Baca juga: Satgas COVID-19: Kebijakan berlapis diterapkan guna keselamatan bangsa
Baca juga: Kasus harian tambah 57.426 orang disertai 317 kematian akibat COVID-19
Selanjutnya bila melihat jumlah orang yang dites COVID-19 per 20 Februari 2022, lebih dari dua juta orang sudah melakukan tes dalam sepekan. Jauh lebih tinggi dibanding pada saat terjadinya gelombang delta yang hanya berkisar satu juta orang.
“Lebih jauh lagi, tes yang saat ini banyak dilakukan, masih didominasi untuk tujuan skrining. Terlihat dari tingginya proporsi antigen dibanding PCR. Sedangkan di masa gelombang delta, proporsi testing cenderung berimbang,” kata dia.
Wiku menekankan bila semua pihak harus tetap waspada, mengingat tren kenaikan pada positivity rate mingguan masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hal itu memperlihatkan masih tingginya potensi penularan di dalam masyarakat.
Baca juga: Penerima dosis kedua vaksin COVID-19 di RI capai 142,52 juta orang
Baca juga: Kapolri dorong isoter untuk kurangi risiko penyebaran dan fatalitas.
Begitu pula dengan para pelaku perjalanan yang didapati positif terinfeksi COVID-19 saat melalui proses skrining ataupun aktivitas, seperti mobilitas, yang banyak dilakukan masyarakat. Hal ini memperlihatkan kesadaran akan protokol kesehatan di Indonesia masih terbilang rendah.
Wiku mengimbau pada semua pihak untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. Semua orang memiliki tanggung jawab untuk melindungi sesama, utamanya pada kelompok rentan, seperti lansia, penderita komorbid, anak-anak dan orang yang belum divaksinasi.
“Tetap ingat! pemulihan ekonomi harus dilakukan dengan aman. Produktivitas masyarakat yang tidak aman berpotensi menyebabkan lonjakan kasus yang justru menurunkan capaian ekonomi," kata Wiku.
Baca juga: Virus penyebab COVID-19 akan terus bermutasi
Baca juga: Kemenkes: Tren kenaikan kasus COVID-19 di Februari perlu diwaspadai
Baca juga: Peran masyarakat sangat dibutuhkan berantas hoaks COVID-19
“Positivity rate mingguan per tanggal 20 Februari 2022 adalah 17,61 persen. Meningkat cukup tajam dari positivity rate mingguan pada akhir Januari lalu yang hanya berada pada kisaran 1 persen,” kata Wiku, dalam Konferensi Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia per 24 Februari 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Wiku mengatakan sebelumnya, Indonesia sempat berhasil mempertahankan angka positivity rate di bawah 5 persen standar yang ditentukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) selama 135 hari berturut-turut. Terhitung sejak 17 September 2021 hingga 29 Januari 2022.
Bahkan, Indonesia sempat mencapai angka positivity rate terendah pada 12 Desember 2021, yakni 0,09 persen. Namun, angka tersebut kini naik tajam, meski masih jauh lebih rendah dibandingkan pada masa gelombang delta.
“Di masa gelombang delta, positivity rate dapat bertahan di atas 20 persen dalam lima minggu berturut-turut. Bahkan kita juga pernah mencapai positivity rate mingguan tertinggi hingga 30,24 persen pada 18 Juli 2021,” ucap Wiku.
Baca juga: Satgas COVID-19: Kebijakan berlapis diterapkan guna keselamatan bangsa
Baca juga: Kasus harian tambah 57.426 orang disertai 317 kematian akibat COVID-19
Selanjutnya bila melihat jumlah orang yang dites COVID-19 per 20 Februari 2022, lebih dari dua juta orang sudah melakukan tes dalam sepekan. Jauh lebih tinggi dibanding pada saat terjadinya gelombang delta yang hanya berkisar satu juta orang.
“Lebih jauh lagi, tes yang saat ini banyak dilakukan, masih didominasi untuk tujuan skrining. Terlihat dari tingginya proporsi antigen dibanding PCR. Sedangkan di masa gelombang delta, proporsi testing cenderung berimbang,” kata dia.
Wiku menekankan bila semua pihak harus tetap waspada, mengingat tren kenaikan pada positivity rate mingguan masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hal itu memperlihatkan masih tingginya potensi penularan di dalam masyarakat.
Baca juga: Penerima dosis kedua vaksin COVID-19 di RI capai 142,52 juta orang
Baca juga: Kapolri dorong isoter untuk kurangi risiko penyebaran dan fatalitas.
Begitu pula dengan para pelaku perjalanan yang didapati positif terinfeksi COVID-19 saat melalui proses skrining ataupun aktivitas, seperti mobilitas, yang banyak dilakukan masyarakat. Hal ini memperlihatkan kesadaran akan protokol kesehatan di Indonesia masih terbilang rendah.
Wiku mengimbau pada semua pihak untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. Semua orang memiliki tanggung jawab untuk melindungi sesama, utamanya pada kelompok rentan, seperti lansia, penderita komorbid, anak-anak dan orang yang belum divaksinasi.
“Tetap ingat! pemulihan ekonomi harus dilakukan dengan aman. Produktivitas masyarakat yang tidak aman berpotensi menyebabkan lonjakan kasus yang justru menurunkan capaian ekonomi," kata Wiku.
Baca juga: Virus penyebab COVID-19 akan terus bermutasi
Baca juga: Kemenkes: Tren kenaikan kasus COVID-19 di Februari perlu diwaspadai
Baca juga: Peran masyarakat sangat dibutuhkan berantas hoaks COVID-19
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022
Tags: