Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi menyatakan, Indonesia pada dasarnya masih diperdaya asing meski telah merdeka selama 66 tahun, terutama dalam bidang ekonomi.

Melalui bermacam cara dan bentuk, kata Sofyan di Jakarta, Rabu, pihak asing terus berupaya mempertahankan kepentingannya di negara ini.

"Indonesia merdeka sudah 66 tahun tetapi masih dijajah asing, itu tandanya kita masih bodoh. Tentu menjadi tugas pemerintah kita untuk mengatasi hal itu," katanya.

Ia mencontohkan, ditandatanganinya perjanjian di Oslo, Norwegia, tahun lalu, yang mewajibkan Indonesia mengurangi emisi karbon dengan iming-iming hibah sebesar 1 miliar dolar AS jika berhasil.

Akibatnya, kata dia, dalam setahun perjanjian Oslo, praktis tidak ada keuntungan apapun yang diperoleh Indonesia. Lahan tidur tidak dapat didayagunakan, padahal sebenarnya bisa menyerap jutaan tenaga kerja.

Sebaliknya, Norwegia dan negara maju lainnya dengan seenaknya memproduksi emisi karbon dalam jumlah yang besar melalui industri mereka.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik, misalnya, Norwegia menggunakan tenaga batubara sebesar sembilan persen, sementara Indonesia hanya satu persen. Padahal, pembangkit listrik tenaga batubara merupakan salah satu penghasil emisi karbon terbesar.

"Perjanjian Oslo sejak awal memang sudah bermasalah. Norwegia sendiri justru menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih besar dibanding Indonesia," katanya.

Ekonom Drajad Wibowo juga berpendapat senada. Menurut Drajad, perjanjian Oslo yang telah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan selanjutnya menerbitkan moratorium hutan, merupakan upaya negara maju untuk terus memperdaya Indonesia.

"Perjanjian Oslo hanya akan menguntungkan Norwegia dan negara Eropa lainnya," katanya.

Menurutnya, jika mau adil, seharusnya negara maju yang lebih dulu mengurangi emisi, bukan negara berkembang seperti Indonesia.

Dikatakannya, 66 tahun kemerdekaan Indonesia merupakan momentum yang selayaknya tidak disia-siakan pemerintah. Apalagi, kepentingan asing di Indonesia dalam jangka 50 tahun ke depan akan semakin nyata.

"Perkebunan sawit dan karet Indonesia adalah andalan di dunia. Kalau pemberdayaan lahan saat ini bisa dilipatgandakan, peluang untuk menguasai pasar minyak dan karet dunia di masa mendatang sangat terbuka bagi Indonesia," katanya.

(T.S024)