New York (ANTARA) - Minyak mendekati 100 dolar AS per barel pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah Moskow memerintahkan pasukannya ke dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur, tetapi memangkas kenaikannya menjadi menetap di dekat tertinggi 2014 menyusul upaya Barat untuk menghentikan apa yang mereka khawatirkan sebagai awal dari invasi skala penuh Rusia.

Patokan global minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April diperdagangkan hingga mencapai setinggi 99,50 dolar AS per barel, tertinggi sejak September 2014, sebelum menetap di 96,84 dolar AS dengan kenaikan 1,52 dolar AS atau 1,5 persen.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret juga mencapai tertinggi tujuh tahun di 96 dolar AS per barel, sebelum ditutup pada 92,35 dolar AS dengan kenaikan 1,28 dolar AS atau 1,4 persen dari posisi Jumat (18/2/2022). Pasar AS ditutup pada Senin (21/2/2022) untuk hari libur umum.

Baca juga: Harga minyak naik di atas 2 dolar, dipicu meningkatnya konflik Ukraina

Amerika Serikat dan Inggris mengumumkan sanksi yang menargetkan bank-bank Rusia, sementara Uni Eropa memasukkan lebih banyak politisi ke daftar hitam dan Jerman mengerem proyek pipa gas Nord Stream 2 senilai 11 miliar dolar AS.

"Pasar jelas memompa premi risiko yang berlebihan ketika Rusia memasuki bagian separatis Ukraina dan premi ketakutan ini secara bertahap luruh," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois.

Presiden AS Joe Biden mengumumkan gelombang pertama sanksi terhadap Rusia, menargetkan bank-bank Rusia dan utang negara, dan berjanji akan memberikan hukuman yang lebih berat ke depan jika Rusia melanjutkan agresinya. Sanksi itu tidak termasuk pasokan energi.

Krisis Ukraina telah menambah dukungan lebih lanjut ke pasar minyak yang melonjak karena pasokan yang terbatas ketika permintaan pulih dari pandemi COVID-19.

Baca juga: Minyak melonjak, saham merosot saat Rusia-Ukraina di ambang perang

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, telah menolak seruan untuk meningkatkan pasokan lebih cepat.

Menteri Negara Minyak Nigeria pada Selasa (22/2/2022) berpegang pada pandangan OPEC+ bahwa lebih banyak pasokan tidak diperlukan, mengutip prospek lebih banyak produksi dari Iran jika kesepakatan nuklirnya dengan kekuatan dunia dihidupkan kembali.

Pembicaraan tentang memulihkan kesepakatan untuk mengekang program nuklir Iran dan mengurangi sanksi hampir selesai, kata seorang utusan Rusia, yang pada akhirnya dapat meningkatkan ekspor minyak Iran lebih dari 1 juta barel per hari.