Jakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman mengatakan pemerintah harus segera membuat prosedur operasi standar atau SOP dari program revitalisasi tambak tradisional hingga intensif untuk mempercepat target produksi udang hingga 2 juta ton pada 2024.

Ali dalam keterangannya pada diskusi mengenai revitalisasi tambak udang di Jakarta, Selasa, mengatakan revitalisasi perlu melibatkan peran penyuluh untuk meningkatkan kapasitas SDM.

"Bagaimana cara budi daya dengan baik, hingga penerapan dan pengawasan terkait benur atau bibit udang berkualitas tinggi, sehingga meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya," kata Ali.

Selain itu menurut dia, perbaikan fasilitas seperti irigasi, perairan, benur berkualitas, penyesuaian pemberian pakan, pemberian obat-obatan, deteksi penyakit, kincir air hingga manajemen budi daya yang mengarah pada peningkatan kualitas SDM dan SOP budi daya udang sangat membutuhkan peran pemda dan penyuluh lapangan.

"Karena jumlah tambak tradisional sangat besar tapi produktivitas sangat minim, maka juga diperlukan sentuhan teknologi budidaya dari pemerintah dan swasta. Sehingga target produksi bisa tercapai dan ekspor Indonesia kembali geliat di kancah pasar dunia," katanya.

Sementara itu, Ketua Harian Shrimp Club Indonesia (SCI) Hardi Pitoyo mengatakan target produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton pada 2024 memerlukan lahan, benih dan induk. Selain itu, lanjut Hardi, perlu peningkatan SDM dan investasi yang tak kalah penting.

"Karena memelihara udang memerlukan ketrampilan teknis yang sangat detail. Karena itu, perlu akselerasi penambahan kebutuhan tenaga trampil lapangan dengan melakukan pelatihan, penyuluhan dan training," kata dia.

Menurutnya, akselerasi investasi perlu dukungan regulasi dengan penyederhanaan dan percepatan perizinan seperti cetak lahan tambak agar banyak investor yang tertarik. Sementara itu Kementerian Kelautan dan Perikanan, lanjut dia, bisa menjadi fasilitator atau mentor dalam pengurusan perizinan, intensif pajak, dan akses permodalan bagi pembudidaya yang ada.

Selain persoalan perizinan, menurut Hardi, masalah penyakit udang juga jadi persoalan yang harus diperbaiki. Menurut dia pemerintah perlu memperkuat keberadaan laboratorium mini guna deteksi dini atau Early Warning System (EWS) penyakit dan lingkungan.

“Kadang muncul gangguan produksi udang atau outbreak penyakit di suatu kawasan budidaya. Sejarah serangan penyakit selalu mengiringi upaya produksi. Maka perlu dukungan laboratorium penyakit dan lingkungan sederhana di kawasan budidaya,” katanya.

Baca juga: KKP: Target produksi 2 juta ton udang melalui revitalisasi tambak
Baca juga: KNTI: Udang tolok ukur komoditas perikanan budi daya Indonesia
Baca juga: KKP fokus cari investasi berkelanjutan budidaya udang