245.000 anjing akan divaksin di Bali
16 Agustus 2011 12:49 WIB
Seorang petugas menyuntikkan vaksin anti rabies pada seekor anjing milik warga di Denpasar, Bali, Sabtu (26/2). (Foto ANTARA/Nyoman Budhiana/Koz/hp/11)
Denpasar (ANTARA Bali) - Bahwa Bali menjadi satu tujuan wisata internasional di Tanah Air, semua orang sudah tahu. Tapi tahukah bahwa terdapat ratusan ribu anjing di sana yang bisa menjadi inang penyebaran virus rabies, sehingga 245.000 di antaranya menjadi sasaran program vaksinasi.
Bagi masyarakat Bali, anjing merupakan hewan berkaki empat yang cukup mendapat tempat. Banyak fungsi anjing itu, yang paling mudah tentu adalah penjaga rumah karena anjing adalah hewan teritorial.
Akan tetapi, anjing-anjing peliharaan itu banyak sekali yang tidak "diasuh" secara memadai dan semestinya dari konteks kesehatan kehewanan dan lingkungan. Mereka dibiarkan saja berkeliaran bebas, mencari makan sendiri sampai berbiak secara tidak terkendali; dengan alasan-alasan tertentu dari para pemiliknya.
Banyak sekali anjing peliharaan itu yang berubah label, menjadi "anjing liar" dengan kondisi kesehatan yang sangat memprihatinkan --kalau bukan membahayakan lingkungan-- mulai dari berkutu sampai sangat menjijikkan dengan kudis bergumpal-gumpal di sekujur tubuh yang sudah rontok semua bulunya.
Sampai hari ini, sebanyak 185.973 anjing di Bali sudah divaksin dalam kurun waktu empat bulan gerakan vaksinasi massal anjing tahap dua. Angka ini sama dengan 76 persen perkiraan populasi anjing di sana.
"Target gerakan vaksinasi secara massal tahap dua 245.000 ekor binatang penyebar rabies ini," katanya.
Karena Bali adalah lokasi wisata internasional dan sifat bisnis pariwisata yang sangat sensitif, hal itu juga yang mendorong Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali, I Putu Sumantra,di Denpasar, Selasa, berujar, "Diperlukan perhatian dari seluruh pihak. Ini penting, sebab jika populasi anjing tidak terkontrol maka jumlah hewan penyebar rabies itu akan terus bertambah."
Dia menjelaskan, masyarakat harus mengontrol jumlah populasi anjing di wilayahnya, karena binatang peliharaan tersebut memiliki sifat mudah berkembang biak.
"Jika warga yang memelihara anjing tidak menghendaki hewan peliharaannya itu berkembang biak secara tidak terkontrol, maka hendaknya dapat dilakukan sterilisasi," katanya.
Pelaksanaan untuk sterilisasi terhadap hewan penyebar penyakit rabies tersebut, dapat dilakukan dokter hewan terdekat.
Sumantra mengimbau, apabila terjadi kelahiran anak anjing baru, masyarakat diharapkan bisa segera melaksanakan vaksinasi di posko terdekat.
"Jangan menunda-nunda vaksinasi," katanya. (KR-IGT)
Bagi masyarakat Bali, anjing merupakan hewan berkaki empat yang cukup mendapat tempat. Banyak fungsi anjing itu, yang paling mudah tentu adalah penjaga rumah karena anjing adalah hewan teritorial.
Akan tetapi, anjing-anjing peliharaan itu banyak sekali yang tidak "diasuh" secara memadai dan semestinya dari konteks kesehatan kehewanan dan lingkungan. Mereka dibiarkan saja berkeliaran bebas, mencari makan sendiri sampai berbiak secara tidak terkendali; dengan alasan-alasan tertentu dari para pemiliknya.
Banyak sekali anjing peliharaan itu yang berubah label, menjadi "anjing liar" dengan kondisi kesehatan yang sangat memprihatinkan --kalau bukan membahayakan lingkungan-- mulai dari berkutu sampai sangat menjijikkan dengan kudis bergumpal-gumpal di sekujur tubuh yang sudah rontok semua bulunya.
Sampai hari ini, sebanyak 185.973 anjing di Bali sudah divaksin dalam kurun waktu empat bulan gerakan vaksinasi massal anjing tahap dua. Angka ini sama dengan 76 persen perkiraan populasi anjing di sana.
"Target gerakan vaksinasi secara massal tahap dua 245.000 ekor binatang penyebar rabies ini," katanya.
Karena Bali adalah lokasi wisata internasional dan sifat bisnis pariwisata yang sangat sensitif, hal itu juga yang mendorong Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali, I Putu Sumantra,di Denpasar, Selasa, berujar, "Diperlukan perhatian dari seluruh pihak. Ini penting, sebab jika populasi anjing tidak terkontrol maka jumlah hewan penyebar rabies itu akan terus bertambah."
Dia menjelaskan, masyarakat harus mengontrol jumlah populasi anjing di wilayahnya, karena binatang peliharaan tersebut memiliki sifat mudah berkembang biak.
"Jika warga yang memelihara anjing tidak menghendaki hewan peliharaannya itu berkembang biak secara tidak terkontrol, maka hendaknya dapat dilakukan sterilisasi," katanya.
Pelaksanaan untuk sterilisasi terhadap hewan penyebar penyakit rabies tersebut, dapat dilakukan dokter hewan terdekat.
Sumantra mengimbau, apabila terjadi kelahiran anak anjing baru, masyarakat diharapkan bisa segera melaksanakan vaksinasi di posko terdekat.
"Jangan menunda-nunda vaksinasi," katanya. (KR-IGT)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Tags: