Epidemiolog: Eradikasi COVID-19 tidak mungkin bisa dilakukan
21 Februari 2022 11:31 WIB
Arsip foto - Petugas kesehatan memberikan suntikan vaksin COVID-19 kepada seorang anak di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (19/2/2022). Pemerintah melaksanakan vaksinasi untuk meningkatkan ketahanan tubuh warga terhadap serangan COVID-19. ANTARA/ARNAS PADDA.
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengemukakan bahwa eradikasi atau pemusnahan total COVID-19 tidak mungkin bisa dilakukan, di antaranya karena selain manusia, hewan juga bisa menjadi inang virus corona penyebab penyakit itu.
"Eradikasi untuk COVID-19 itu tidak mungkin, karena salah satu sebabnya adalah host (inang) virus bukan cuma ada di manusia, tapi masalah COVID-19 aslinya dari hewan. Saat dia tertekan karena upaya vaksinasi, dia (virus) bisa lompat balik lagi ke hewan domestik," kata Dicky Bdalam Dialog Forum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang diikuti dari saluran YouTube IDI dari Jakarta, Senin.
Dicky menambahkan, saat ini mulai banyak laporan mengenai kasus penularan COVID-19 pada hewan domestik seperti kucing, anjing, dan hamster.
Dengan kondisi yang demikian, menurut dia, upaya untuk mengendalikan penularan penyakit dan menjaga kesehatan manusia harus diselaraskan dengan upaya untuk menjaga kesehatan lingkungan dan kesehatan hewan.
"Ini harus kerja sama dengan dinas terkait," katanya.
Tantangan lain dalam melakukan eradikasi COVID-19 adalah banyaknya kasus infeksi yang tidak menimbulkan gejala sakit.
Menurut Dicky, hampir 90 persen pasien yang terserang virus corona varian Omicron tidak mengalami gejala sakit atau hanya mengalami gejala ringan.
"Ini tantangan besar di tengah keterbatasan testing. Kebiasaan masyarakat kita yang kalau sakit di rumah saja dan mengobati sendiri, itu membuat lebih sulit mengendalikan COVID-19, artinya tidak ketahuan virusnya," katanya.
Dicky menjelaskan pula bahwa virus corona termasuk virus RNA, yang bisa bermutasi dengan cepat. "Dalam satu manusia bisa miliaran mutasinya. Setiap pekan ada strain baru," katanya.
Proses mutasi memunculkan varian-varian baru virus corona penyebab COVID-19, yang masing-masing memiliki karakteristik penularan tersendiri.
"Kenapa sekarang Omicron mendominasi? Omicron bisa bersirkulasi bukan hanya pada yang belum divaksin, tapi juga yang sudah divaksin. Tapi kalau Delta punya kesulitan pada orang yang sudah divaksin atau yang sebelumnya pernah terinfeksi Delta," kata Dicky.
Dia menyampaikan bahwa penularan virus penyebab COVID-19 kebanyakan terjadi melalui udara, karenanya kesehatan lingkungan juga harus diperhatikan.
"COVID-19 didominasi penularan melalui udara. Upaya meningkatkan kualitas udara dengan ventilasi yang baik serta teknologi sangat membantu," katanya.
Baca juga:
Epidemiolog: Kematian akibat COVID-19 indikasi titik lemah sistem
Kasus COVID-19 mulai menurun
"Eradikasi untuk COVID-19 itu tidak mungkin, karena salah satu sebabnya adalah host (inang) virus bukan cuma ada di manusia, tapi masalah COVID-19 aslinya dari hewan. Saat dia tertekan karena upaya vaksinasi, dia (virus) bisa lompat balik lagi ke hewan domestik," kata Dicky Bdalam Dialog Forum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang diikuti dari saluran YouTube IDI dari Jakarta, Senin.
Dicky menambahkan, saat ini mulai banyak laporan mengenai kasus penularan COVID-19 pada hewan domestik seperti kucing, anjing, dan hamster.
Dengan kondisi yang demikian, menurut dia, upaya untuk mengendalikan penularan penyakit dan menjaga kesehatan manusia harus diselaraskan dengan upaya untuk menjaga kesehatan lingkungan dan kesehatan hewan.
"Ini harus kerja sama dengan dinas terkait," katanya.
Tantangan lain dalam melakukan eradikasi COVID-19 adalah banyaknya kasus infeksi yang tidak menimbulkan gejala sakit.
Menurut Dicky, hampir 90 persen pasien yang terserang virus corona varian Omicron tidak mengalami gejala sakit atau hanya mengalami gejala ringan.
"Ini tantangan besar di tengah keterbatasan testing. Kebiasaan masyarakat kita yang kalau sakit di rumah saja dan mengobati sendiri, itu membuat lebih sulit mengendalikan COVID-19, artinya tidak ketahuan virusnya," katanya.
Dicky menjelaskan pula bahwa virus corona termasuk virus RNA, yang bisa bermutasi dengan cepat. "Dalam satu manusia bisa miliaran mutasinya. Setiap pekan ada strain baru," katanya.
Proses mutasi memunculkan varian-varian baru virus corona penyebab COVID-19, yang masing-masing memiliki karakteristik penularan tersendiri.
"Kenapa sekarang Omicron mendominasi? Omicron bisa bersirkulasi bukan hanya pada yang belum divaksin, tapi juga yang sudah divaksin. Tapi kalau Delta punya kesulitan pada orang yang sudah divaksin atau yang sebelumnya pernah terinfeksi Delta," kata Dicky.
Dia menyampaikan bahwa penularan virus penyebab COVID-19 kebanyakan terjadi melalui udara, karenanya kesehatan lingkungan juga harus diperhatikan.
"COVID-19 didominasi penularan melalui udara. Upaya meningkatkan kualitas udara dengan ventilasi yang baik serta teknologi sangat membantu," katanya.
Baca juga:
Epidemiolog: Kematian akibat COVID-19 indikasi titik lemah sistem
Kasus COVID-19 mulai menurun
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: