Arkeologi Maluku teliti perahu tradisional yang terancam punah
19 Februari 2022 16:47 WIB
Motif gambar perahu di salah satu panel situs gua prasejarah Kel Lein Pulau Kaimear, Kecamatan Pulau-Pulau Kur, Kota Tual, Provinsi Maluku. ANTARA/Balai Arkeologi Maluku.
Ambon (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kantor Arkeologi Maluku meneliti tradisi maritim yang terancam punah yakni rekayasa perahu tradisional di Kepulauan Kei kabupaten Maluku Tenggara.
Peneliti kantor Arkeologi Maluku Lukas Wattimena menyatakan penelitian kemaritiman difokuskan pada tradisi rekayasa perahu tradisional di Kepulauan Kei kabupaten Maluku Tenggara.
"Aspek penting yang coba disampaikan yakni Kepulauan Kei sebagai penghasil perahu di masa lalu dan menjadi pusat penghasil perahu di Maluku Tenggara, harus dilestarikan oleh generasi penerus agar tidak punah," katanya saat berbincang riset dan inovasi, Sabtu.
Proses pembuatan perahu tradisional di kepulauan Kei umumnya dilakukan oleh orang tua dan sifatnya genetik.
Baca juga: Pertama kali, perempuan diizinkan naik Chintoro untuk kirab Olimpiade
Baca juga: Budayawan Sumsel ajak lestarikan transportasi air tradisional
Masyarakat pembuat perahu rata-rata usianya di atas 60 tahun, sehingga harus ada upaya pelestarian agar tradisi tersebut tetap dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.
"Dari sisi usia tentu sudah kurang produktif sehingga nilai-nilai tersebut harus diturunkan," katanya.
Selain itu proses pembuatan perahu sifatnya genetik yakni pengetahuan melekat, pada sistem bapak bukan ke ibu atau keluarga lainnya seperti paman.
Kenapa terancam punah, karena tidak semua pengetahuan pembuatan perahu bisa diikuti dan bisa hilang karena hal- hal sederhana yakni proses pengukuran, dan alat yang digunakan.
Alat yang digunakan seperti kapak, meskipun ada alat lain, serta sejalan dengan perubahan adanya mesin yang mempercepat proses pembuatan perahu, membuat tradisi semakin pudar.
"Struktur genetiknya memang dari bapak ke anak, tetapi bisa saja dalam satu keluarga ada empat anak, tetapi yang memiliki keterampilan hanya satu atau dua orang yang bisa meneruskan," ujarnya.
Selain itu faktor pendukung lainnya yakni teknologi pembuatan perahu modern dari bahan fiber.
Perubahan, kata Lukas, tidak bisa dielakkan karena pasti akan terjadi, tetapi bagaimana kekuatan untuk tetap melestarikan melalui proses pencampuran antara perahu tradisional dan perahu modern.
Pihaknya merekomendasikan seluruh laporan penelitian dibuat dalam bentuk pdf dan visual dokumentasi 3D.
Seiring perkembangan jaman, perahu tradisional mungkin tidak akan dibuat lagi, sehingga dibutuhkan dokumentasi visual proses pembuatan dan rekayasa model sebagai bahan koleksi di museum maritim, berkolaborasi dengan museum Siwalima Ambon.*
Baca juga: Lomba perahu bidar HUT Kemerdekaan disaksikan ribuan warga Palembang
Baca juga: Permainan tradisional Melayu dilestarikan dalam Lomba Jong 2019
Peneliti kantor Arkeologi Maluku Lukas Wattimena menyatakan penelitian kemaritiman difokuskan pada tradisi rekayasa perahu tradisional di Kepulauan Kei kabupaten Maluku Tenggara.
"Aspek penting yang coba disampaikan yakni Kepulauan Kei sebagai penghasil perahu di masa lalu dan menjadi pusat penghasil perahu di Maluku Tenggara, harus dilestarikan oleh generasi penerus agar tidak punah," katanya saat berbincang riset dan inovasi, Sabtu.
Proses pembuatan perahu tradisional di kepulauan Kei umumnya dilakukan oleh orang tua dan sifatnya genetik.
Baca juga: Pertama kali, perempuan diizinkan naik Chintoro untuk kirab Olimpiade
Baca juga: Budayawan Sumsel ajak lestarikan transportasi air tradisional
Masyarakat pembuat perahu rata-rata usianya di atas 60 tahun, sehingga harus ada upaya pelestarian agar tradisi tersebut tetap dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.
"Dari sisi usia tentu sudah kurang produktif sehingga nilai-nilai tersebut harus diturunkan," katanya.
Selain itu proses pembuatan perahu sifatnya genetik yakni pengetahuan melekat, pada sistem bapak bukan ke ibu atau keluarga lainnya seperti paman.
Kenapa terancam punah, karena tidak semua pengetahuan pembuatan perahu bisa diikuti dan bisa hilang karena hal- hal sederhana yakni proses pengukuran, dan alat yang digunakan.
Alat yang digunakan seperti kapak, meskipun ada alat lain, serta sejalan dengan perubahan adanya mesin yang mempercepat proses pembuatan perahu, membuat tradisi semakin pudar.
"Struktur genetiknya memang dari bapak ke anak, tetapi bisa saja dalam satu keluarga ada empat anak, tetapi yang memiliki keterampilan hanya satu atau dua orang yang bisa meneruskan," ujarnya.
Selain itu faktor pendukung lainnya yakni teknologi pembuatan perahu modern dari bahan fiber.
Perubahan, kata Lukas, tidak bisa dielakkan karena pasti akan terjadi, tetapi bagaimana kekuatan untuk tetap melestarikan melalui proses pencampuran antara perahu tradisional dan perahu modern.
Pihaknya merekomendasikan seluruh laporan penelitian dibuat dalam bentuk pdf dan visual dokumentasi 3D.
Seiring perkembangan jaman, perahu tradisional mungkin tidak akan dibuat lagi, sehingga dibutuhkan dokumentasi visual proses pembuatan dan rekayasa model sebagai bahan koleksi di museum maritim, berkolaborasi dengan museum Siwalima Ambon.*
Baca juga: Lomba perahu bidar HUT Kemerdekaan disaksikan ribuan warga Palembang
Baca juga: Permainan tradisional Melayu dilestarikan dalam Lomba Jong 2019
Pewarta: Penina Fiolana Mayaut
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: