Satgas minta anak muda ajarkan akses layanan kesehatan pada orang tua
18 Februari 2022 15:51 WIB
Tangkapan layar Kepala Sub Bidang Dukungan Kesehatan Satgas COVID-19 Brigjen TNI Purn Alexander K. Ginting dalam zoominar Strategi Menghadapi Gelombang Ketiga Pandemi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (18/2/2022). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Sub Bidang Dukungan Kesehatan Satgas COVID-19 Brigjen TNI Purn Alexander K. Ginting meminta kepada setiap anak muda untuk membantu mengedukasi orang tua dalam mengakses berbagai layanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah.
“Mereka yang kelahiran tahun 1960 ini yang banyak tertinggal, mereka pula yang banyak komorbid. Mereka punya usia di atas 60, tetapi untuk registrasi vaksinasi saja juga tidak bisa,” kata Alexander dalam zoominar Strategi Menghadapi Gelombang Ketiga Pandemi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Alexander menuturkan saat ini seluruh warga negara mulai memasuki kehidupan budaya digital. Namun, sayangnya tidak semua orang dapat mengerti cara mengakses suatu aplikasi karena perbedaan usia, zaman ataupun pengetahuan.
Baca juga: Pemanfaatan teknologi di sektor kesehatan akan terus tumbuh
Seperti pada banyaknya masyarakat yang lahir pada tahun 1960-1970, pada saat melakukan check in menggunakan QR code atau memasukkan sejumlah data kesehatan pada aplikasi PeduliLindungi di bandara. Dia melihat masih banyak orang nampak gagap saat menggunakan layanan digital itu.
Akibatnya, banyak orang tua yang datang dengan membawa data berupa fotokopi sertifikat vaksinasi, fotokopi hasil laboratorium, sehingga berbagai data itu divalidasi kembali secara manual oleh petugas.
“Tidak bisa kita paksakan, tetap harus kita siapkan secara manual. Kemudian, pelan-pelan kita akan masuk ke dalam budaya digital, termasuk hasil-hasil pemeriksaan PCR,” katanya.
Begitu pula dengan penggunaan telemedisin. Alexander membeberkan masih banyak orang tua yang kesulitan untuk mendaftarkan diri, sehingga obat yang diberikan memakan lebih banyak waktu untuk sampai, ditambah dengan adanya kondisi transportasi atau jalanan yang berbeda-beda.
“Jadi, tidak semudah itu juga, kecuali mungkin akses dan akselarasi semua sudah baik. Yang penting masyarakat sudah mengerti bahwa pemerintah sudah menyediakan layanan telemedisin,” ucap dia.
Anak muda juga diharapkan dapat memberikan informasi pada orang tua mengenai perbedaan paket obat berdasarkan gejala yang sedang dialami, termasuk tata cara untuk melakukan isolasi mandiri bagi yang bergejala ringan dan tidak bergejala dan pergi ke rumah sakit bila gejala sedang hingga berat atau memiliki komorbid tak terkendali, serta untuk melakukan pendaftaran vaksinasi.
Baca juga: SehatQ siapkan dua layanan andalan
Baca juga: Pemerintah perluas layanan "telemedicine" untuk pasien COVID-19
Alexander mengatakan memang butuh waktu untuk bisa mempelajari digital. Namun, dengan adanya perbedaan setiap individu, diharapkan semua pihak dari berbagai usia dapat saling membantu, sehingga masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan dari budaya digital dengan mudah dan nyaman.
“Kita berharap anak-anaknya yang sudah tahu registrasi daring dapat daftarkan para lansia, ayah, ibunya supaya bisa vaksinasi booster secara daring. Sekarang kalau tidak daring akan tertinggal dan kalau bicara input data secara manual akan berisiko, karena harus keluar rumah,” kata Alexander.
“Mereka yang kelahiran tahun 1960 ini yang banyak tertinggal, mereka pula yang banyak komorbid. Mereka punya usia di atas 60, tetapi untuk registrasi vaksinasi saja juga tidak bisa,” kata Alexander dalam zoominar Strategi Menghadapi Gelombang Ketiga Pandemi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Alexander menuturkan saat ini seluruh warga negara mulai memasuki kehidupan budaya digital. Namun, sayangnya tidak semua orang dapat mengerti cara mengakses suatu aplikasi karena perbedaan usia, zaman ataupun pengetahuan.
Baca juga: Pemanfaatan teknologi di sektor kesehatan akan terus tumbuh
Seperti pada banyaknya masyarakat yang lahir pada tahun 1960-1970, pada saat melakukan check in menggunakan QR code atau memasukkan sejumlah data kesehatan pada aplikasi PeduliLindungi di bandara. Dia melihat masih banyak orang nampak gagap saat menggunakan layanan digital itu.
Akibatnya, banyak orang tua yang datang dengan membawa data berupa fotokopi sertifikat vaksinasi, fotokopi hasil laboratorium, sehingga berbagai data itu divalidasi kembali secara manual oleh petugas.
“Tidak bisa kita paksakan, tetap harus kita siapkan secara manual. Kemudian, pelan-pelan kita akan masuk ke dalam budaya digital, termasuk hasil-hasil pemeriksaan PCR,” katanya.
Begitu pula dengan penggunaan telemedisin. Alexander membeberkan masih banyak orang tua yang kesulitan untuk mendaftarkan diri, sehingga obat yang diberikan memakan lebih banyak waktu untuk sampai, ditambah dengan adanya kondisi transportasi atau jalanan yang berbeda-beda.
“Jadi, tidak semudah itu juga, kecuali mungkin akses dan akselarasi semua sudah baik. Yang penting masyarakat sudah mengerti bahwa pemerintah sudah menyediakan layanan telemedisin,” ucap dia.
Anak muda juga diharapkan dapat memberikan informasi pada orang tua mengenai perbedaan paket obat berdasarkan gejala yang sedang dialami, termasuk tata cara untuk melakukan isolasi mandiri bagi yang bergejala ringan dan tidak bergejala dan pergi ke rumah sakit bila gejala sedang hingga berat atau memiliki komorbid tak terkendali, serta untuk melakukan pendaftaran vaksinasi.
Baca juga: SehatQ siapkan dua layanan andalan
Baca juga: Pemerintah perluas layanan "telemedicine" untuk pasien COVID-19
Alexander mengatakan memang butuh waktu untuk bisa mempelajari digital. Namun, dengan adanya perbedaan setiap individu, diharapkan semua pihak dari berbagai usia dapat saling membantu, sehingga masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan dari budaya digital dengan mudah dan nyaman.
“Kita berharap anak-anaknya yang sudah tahu registrasi daring dapat daftarkan para lansia, ayah, ibunya supaya bisa vaksinasi booster secara daring. Sekarang kalau tidak daring akan tertinggal dan kalau bicara input data secara manual akan berisiko, karena harus keluar rumah,” kata Alexander.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: