Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan efisiensi pembakaran dimetil eter atau DME lebih baik ketimbang elpiji sehingga layak menjadi bahan bakar alternatif untuk program substitusi energi di Indonesia.
"Kurang lebih 200 percobaan yang dilakukan oleh Dirjen Migas itu fraksi karbon beratnya kalau di elpiji masih tertinggal di dalam sisa botol, sedangkan kalau DME masih bisa dioptimalkan, sehingga ini menjadi salah satu edvantage (keuntungan)," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Kamis.

Kementerian ESDM memiliki beberapa alternatif terkait substitusi elpiji dengan dimetil eter, yakni jaringan gas rumah tangga, elektrifikasi pembangkit listrik, dan hilirisasi batu bara untuk menghasilkan dimetil eter.


Arifin menyampaikan jenis batu bara yang dipakai untuk dimetil eter adalah batu bara yang memiliki kalori 3.800 karena tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan PLN. Tak hanya itu, lokasi pabrik dimetil eter juga berada di mulut tambang yang memudahkan proses pengangkutan.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyepakati harga keekonomian dimetil eter agar produk ini bisa bersaing dengan harga elpiji.

Adapun manfaat yang diterima oleh negara melalui substitusi dimetil eter tersebut berupa pemanfaatan sumber daya alam, menghemat devisa impor elpiji, dan memenuhi in-situ di lokasi mulut tambang yang dapat mengatasi isu kelangkaan.

Saat ini, Indonesia sedang membangun pabrik hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter di Muara Enim, Sumatera Selatan. Proyek itu diproyeksikan bisa menghasilkan 1,4 juta ton dimetil eter per tahun dari bahan baku 6 juta batu bara kalori rendah.

Pemerintah berharap proyek dimetil eter itu dapat membuka lapangan pekerjaan untuk sekitar 13 ribu orang pada tahap konstruksi yang dilakukan oleh Air Products & Chemicals Inc. Adapun di sektor hilir yang akan dikelola oleh Pertamina diharapkan mampu menciptakan 12 ribu lapangan pekerjaan baru.

Proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter tersebut merupakan hasil kerja sama antara Amerika Serikat dengan Indonesia melalui perusahaan Air Products & Chemicals Inc, PT Bukit Asam, dan Pertamina.

Pemerintah menargetkan perusahaan dari negara Paman Sam itu bisa merealisasikan nilai rencana investasi sebesar 15 miliar dolar AS untuk industri gasifikasi batu bara beserta turunannya di Indonesia.

Baca juga: Ada hilirisasi batu bara, Indonesia hentikan 50 persen impor elpiji
Baca juga: Proyek DME diteken, pangkas impor elpiji satu juta ton per tahun
Baca juga: Komisi VII DPR minta Pertamina percepat proyek gasifikasi batu bara