Suriah Bantah Militer Masuki, Bom Provinsi Deir Az-zour
8 Agustus 2011 09:16 WIB
Sejumlah tank militer memasuki area Jabal Al-Zawya di Idlib, Suri'ah, Senin (1/8), dalam video yang disiarkan di salah satu situs media sosial. Jumlah korban tewas dalam kerusuhan di Suri'ah menentang kepemimpinan Presiden Bashar al-Assad di Hama dan kota-kota lainnya meningkat Selasa lalu, mendesak pihak Barat untuk menambah tekanan diplomatik atas pemerintah Suri'ah. (FOTO ANTARA/REUTERS/Social Media Website via Reuters TV Damascus/ox/11.)
Kairo (ANTARA News) - Satu sumber resmi militer, Ahad (7/8), dengan tegas membantah sebagai "tak berdasar" laporan media oleh stasiun TV satelit bahwa personel militer Suriah memasuki dan membom Provinsi Deir Az-Zour di bagian timur-laut negeri itu.
Sumber yang tak disebutkan jatidirinya tersebut, yang dikutip oleh kantor berita resmi Suriah, SANA, saluran media elektronik itu menyebarkan kebohongan dan hasutan serta meningkatkan ketegangan dan kebingunan.
Bahkan satu tank pun tidak memasuki Deir Az-Zour, kata sumber tersebut sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin. Ditambahkannya, beberapa satuan militer sedang melucuti dan memindahkan barikade serta penghalang jalan yang dipasang oleh kelompok bersenjata di jalan masuk kota itu.
Militer tak memasuki kota apa pun, kecuali warga memintanya campur-tangan guna memulihkan kondisi normal dan mengakhiri pembunuhan serta aksi sabotase yang dilancarkan oleh kelompok bersenjata, kata sumber tersebut.
Sementara itu, SANA mewartakan tiga personel militer, termasuk seorang perwira, tewas pada Ahad akibat tembakan kelompok bersenjata di kota kecil Rastan di bagian tengah Suriah.
Pada Ahad pagi, Presiden Suriah Bashar Al-Assad menekankan negaranya secara pasti memajukan proses pembaruan dan pada saat yang sama akan menangani para pelanggar hukum untuk memelihara keamanan di negeri itu.
Sebagaimana dikutip SANA, Bashar mengatakan penanganan para pelanggar hukum, yang menghalani jalan, menghalani kota besar dan menteror warga, adalah kewajiban negara guna melindungi nyawa dan keamanan warganya.
Masih pada hari yang sama, penasehat politik dan media Presiden Suriah tersebut, Bouthayna Shaaban, mengatakan jika Menteri Luar Negeri Turki mengunjungi Suriah untuk menyampaikan "pesan tegas" kepada Suriah, "ia akan mendengar kata-kata keras".
Shaaban mencela pendirian Turki karena sejauh ini gagal mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil, anggota gerilyawan dan personel polisi di Suriah, kata SANA.
Pemerintah Suriah menuduh kelompok bersenjata dan gerilyawan ultra-konservatif bertanggung jawab atas kerusuhan di negeri itu dan berjanji takkan mengendurkan penindasannya atas orang-orang bersenjata guna memulihkan kestabilan dan keamanan di negeri tersebut. Kaum ultra-konservatif ingin mendirikan kekhalifahan di seluruh negeri itu.
Pada Senin, Raja Arab Saudi Abdullah meminta diakhirinya pertumpahan darah di Suriah dan mengatakan ia telah memanggil duta besar negaranya dari Damaskus.
Pernyataan Raja Saudi itu disampaikan sehari setelah Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) mendesak Suriah untuk "mengakhiri pertumpahan darah" sementara tekanan internasional meningkat. (C003/A011/K004)
Sumber yang tak disebutkan jatidirinya tersebut, yang dikutip oleh kantor berita resmi Suriah, SANA, saluran media elektronik itu menyebarkan kebohongan dan hasutan serta meningkatkan ketegangan dan kebingunan.
Bahkan satu tank pun tidak memasuki Deir Az-Zour, kata sumber tersebut sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin. Ditambahkannya, beberapa satuan militer sedang melucuti dan memindahkan barikade serta penghalang jalan yang dipasang oleh kelompok bersenjata di jalan masuk kota itu.
Militer tak memasuki kota apa pun, kecuali warga memintanya campur-tangan guna memulihkan kondisi normal dan mengakhiri pembunuhan serta aksi sabotase yang dilancarkan oleh kelompok bersenjata, kata sumber tersebut.
Sementara itu, SANA mewartakan tiga personel militer, termasuk seorang perwira, tewas pada Ahad akibat tembakan kelompok bersenjata di kota kecil Rastan di bagian tengah Suriah.
Pada Ahad pagi, Presiden Suriah Bashar Al-Assad menekankan negaranya secara pasti memajukan proses pembaruan dan pada saat yang sama akan menangani para pelanggar hukum untuk memelihara keamanan di negeri itu.
Sebagaimana dikutip SANA, Bashar mengatakan penanganan para pelanggar hukum, yang menghalani jalan, menghalani kota besar dan menteror warga, adalah kewajiban negara guna melindungi nyawa dan keamanan warganya.
Masih pada hari yang sama, penasehat politik dan media Presiden Suriah tersebut, Bouthayna Shaaban, mengatakan jika Menteri Luar Negeri Turki mengunjungi Suriah untuk menyampaikan "pesan tegas" kepada Suriah, "ia akan mendengar kata-kata keras".
Shaaban mencela pendirian Turki karena sejauh ini gagal mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil, anggota gerilyawan dan personel polisi di Suriah, kata SANA.
Pemerintah Suriah menuduh kelompok bersenjata dan gerilyawan ultra-konservatif bertanggung jawab atas kerusuhan di negeri itu dan berjanji takkan mengendurkan penindasannya atas orang-orang bersenjata guna memulihkan kestabilan dan keamanan di negeri tersebut. Kaum ultra-konservatif ingin mendirikan kekhalifahan di seluruh negeri itu.
Pada Senin, Raja Arab Saudi Abdullah meminta diakhirinya pertumpahan darah di Suriah dan mengatakan ia telah memanggil duta besar negaranya dari Damaskus.
Pernyataan Raja Saudi itu disampaikan sehari setelah Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) mendesak Suriah untuk "mengakhiri pertumpahan darah" sementara tekanan internasional meningkat. (C003/A011/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Tags: