Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ayep Zaki mendukung program budi daya kedelai mandiri seluas 25 ribu hektare di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sebagai upaya memenuhi kebutuhan salah satu bahan pokok masyarakat tersebut.

"Sekarang adalah waktu yang tepat agar para petani dan pemerintah melakukan budi daya kedelai," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dikatakan, Indonesia bisa kehilangan devisa Rp24 triliun bila semua pihak enggan berkolaborasi menggerakkan budi daya kedelai secara masif.

Padahal, kalau seluruh instrumen terkait mau turun tangan, Indonesia sangat bisa mandiri dalam pemenuhan kebutuhan kedelai nasional.

Dijelaskan, kebutuhan kedelai Indonesia mencapai tiga juta ton per tahun dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia harus mengimpor 80 persen atau setara 2,4 juta ton.

Jika dikonversikan dengan harga per kilogram kedelai belakang ini yang Rp10 ribu, artinya Indonesia mengeluarkan devisa mencapai Rp24 triliun.

Menurutnya, saat ini program yang akan melibatkan ratusan ribu petani itu telah mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Kementerian Pertanian.

Ia juga mendesak pihak perbankan harus bisa membiayai budi daya kedelai mandiri dengan platform kredit Rp8 juta per hektare.

Nantinya, program tersebut tak terbatas hanya berjalan di Kabupaten Sukabumi saja, melainkan juga dilaksanakan di berbagai daerah lainnya sebagai upaya nyata membangkitkan taraf ekonomi para petani.

Selain mendapat edukasi dan bimbingan selama penanaman, para petani juga tak perlu khawatir karena hasil pertaniannya sudah pasti akan dijamin pembeliannya melalui penjamin yang tentunya akan dibeli dengan harga yang mampu menyejahterakan mereka.

"Tim akan menjamin, pertama adalah menjamin 100 persen hasilnya dibeli. Tentu saja dengan harga disesuaikan dengan harga pembelian dari Gapoktindo (Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia). Selain itu akan dilakukan jaminan kualitas terhadap bibit kedelai berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan balai benih melalui lembaga pemerintah," katanya.

Penggunaan pupuk campuran berkualitas terbaik dan diakui berbagai kalangan menjadi salah satu kunci keberhasilan.

Pupuk tersebut bukan subsidi pemerintah melainkan pupuk NPK, Nitrea dan 30 persen pupuk batu bara.

Baca juga: Harga kedelai impor di Kudus naik terus, kini Rp11.000/kg
Baca juga: Teten : Kacang koro pedang bisa jadi alternatif pengganti kedelai
Baca juga: Indonesia perlu diversifikasi negara pemasok kedelai