Jakarta (ANTARA) - Koordinator TF-6 Global Health Security and COVID-19 T20 Indonesia Puput Oktamianti mengatakan tata ulang arsitektur kesehatan global perlu melibatkan aktor kesehatan dunia.

"Vokal poinnya adalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena terhubung dengan hampir semua jenis aktor, tapi tidak terhubung dengan organisasi filantropi," kata Puput Aktamianti dalam diskusi virtual yang diikuti melalui Zoom di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan hasil kajian terhadap pemetaan jejaring aktor kesehatan global yang dilakukan Hoffman pada 2016 melaporkan sebagian besar merupakan masyarakat sipil global dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Baca juga: Presiden tegaskan peran penting G20 bangun arsitektur kesehatan dunia

"Jadi artinya sebagian besar negara yang terlibat di dalam aktor kesehatan global ini adalah masyarakat sipil global dan LSM," katanya.

Selain itu ada pula asosiasi profesional atau organisasi yang bersifat nirlaba dan ditujukan untuk suatu profesi tertentu dan bertujuan melindungi kepentingan publik maupun profesional pada bidang kesehatan.

Jejaring aktor kesehatan global lainnya adalah kemitraan publik dan swasta serta institusi akademik.

Menurut Puput WHO selama ini berhubungan dengan pemerintahan negara tetapi tidak memiliki hubungan secara langsung dengan multilateral development bank.

"Itulah mengapa G20 mengajak multilateral bank mendukung pengadaan dan pelayanan vaksinasi," katanya.

Menurut Puput terdapat sejumlah tantangan dalam tata ulang arsitektur kesehatan global. "Pertama, WHO memiliki peran utama dalam kepemimpinan dan penataan kesehatan global dengan kondisi dukungan anggaran yang terbatas dan tidak fleksibel," katanya.

Tantangan berikutnya adalah aktor kesehatan global yang terlibat dalam advokasi lintas sektor relatif sedikit. Padahal berhubungan komunitas global dan tujuan pembangunan saling berkaitan menghubungkan bidang yang berbeda.

Tantangan lainnya, kata Puput, hanya sedikit aktor kesehatan global yang terlibat dalam berbagi kekayaan intelektual, dan penyelarasan norma, standar, dan pedoman.

"Aktor kesehatan global yang terlibat dalam pengelolaan eksternalitas masih sedikit. Terkini penurunan anggaran WHO berkontribusi pada kelemahan ini dan telah dikaitkan dengan respons lambat terhadap wabah Ebola 2014. Lebih banyak perhatian dari lebih banyak aktor mungkin diperlukan untuk menjalankan fungsi ini secara efektif," katanya.

Baca juga: Indonesia dorong tiga program utama arsitektur kesehatan global
Baca juga: Kala Indonesia cermati arsitektur kesehatan dunia dalam G20
Baca juga: Pakar dorong G20 antisipasi pandemi baru ditularkan hewan