Jakarta (ANTARA) - Koordinator TF-6 Global Health Security and COVID-19 T20 Indonesia Puput Oktamianti mengemukakan negara yang tergabung dalam forum G-20 masih memiliki respons kebijakan yang bervariasi dalam menghadapi pertumbuhan kasus COVID-19.

"Beberapa literatur mengatakan ada dampak besar antara respons kebijakan negara terhadap pertumbuhan kasus COVID-19 dan mortalitas dari kebijakan negara yang cukup bervariasi," kata Puput Oktamianti dalam diskusi virtual yang diikuti melalui Zoom di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan negara dalam forum G-20 masih memiliki perbedaan kebijakan menghadapi pandemi berdasarkan sejumlah indikator stringency index atau indeks pengetatan.

Indeks pengetatan kebijakan tersebut meliputi penutupan sekolah, penutupan tempat kerja, pembatalan acara publik, pembatasan pertemuan publik, pembatasan angkutan umum, advokasi stay at home, kampanye informasi publik, pembatasan mobilitas lokal dan juga pengendalian perjalanan luar negeri.

"Berdasarkan laporan dari berbagai negara, hingga Februari ini yang cukup tinggi adalah Jerman. Artinya kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan untuk bisa meminimalkan penularan karena kasus di Jerman mengalami kenaikan," katanya.

Baca juga: TF-6 ungkap ketimpangan akses kesehatan antarnegara saat pandemi

Baca juga: Pakar dorong G20 antisipasi pandemi baru ditularkan hewan


Dalam paparannya Puput melaporkan negara berikutnya dengan pengetatan kegiatan masyarakat yang cukup tinggi adalah Cina, Italia, Kanada, Prancis. Sementara Indonesia berada di peringkat keenam dari seluruh negara G20.

Sementara negara dengan indeks pengetatan di bawah Indonesia adalah Mexico, Argentina, Australia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Jepang, Inggris, Turki, Saudi Arabia, Amerika, Brazil, Rusia, dan India.

Puput mengatakan diperlukan keseragaman kebijakan negara dalam menghadapi pandemi COVID-19 mengingat pandemi COVID-19 menjadi ancaman bagi seluruh negara karena dengan mudah melintasi batas-batas negara.

"Kita hidup di dunia di mana ancaman kesehatan muncul dari perjalanan udara cukup tinggi dan bagaimana kita memperdagangkan makanan hingga pengelolaan lingkungan, semua ini dapat memicu ancaman bagi kesehatan," katanya.

Baca juga: Ketimpangan vaksinasi global picu sulitnya dunia kendalikan pandemi

Baca juga: Presidensi G20 jadi ajang kolaborasi pemulihan pasca-pandemi COVID-19