Purwokerto (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, optimistis tingkat hunian atau okupansi hotel di wilayah itu akan segera membaik dan pulih seperti sediakala.

"Insya Allah dengan kondisi seperti ini, apalagi di Banyumas masih (menerapkan PPKM) level 2. Dengan demikian, Insya Allah pariwisata masih tetap dibuka, kondisi perekonomian berangsur membaik, otomatis hotel masih bisa berjalan," kata Ketua PHRI Kabupaten Banyumas Irianto di Purwokerto, Banyumas, Selasa.

Dalam hal ini, kata dia, usaha perhotelan dapat dikatakan masih bisa "bernapas" jika tingkat okupansinya bisa di atas 50 persen per bulan dari total kamar yang tersedia.

Ia mengakui tingkat okupansi hotel di Banyumas pada periode Januari 2022 sempat menunjukkan perbaikan meskipun saat sekarang kembali lesu seiring dengan terjadinya peningkatan kasus COVID-19 dan munculnya varian Omicron.

"Informasi dari teman-teman pengelola hotel, pada bulan Januari kemarin tingkat okupansinya rata-rata bisa mencapai di atas 50 persen, namun dalam dua pekan terakhir ini banyak juga pesanan yang dibatalkan. Kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021, kondisi sekarang jauh lebih baik karena saat itu benar-benar sepi," katanya.

Bahkan pada tahun 2021, kata dia, sejumlah pengelola hotel terpaksa menutup sebagian kamar yang disediakan di hotelnya, sehingga hanya sebagian yang dibuka untuk melayani tamu.

Bahkan, lanjut dia, ada pula beberapa hotel yang terpaksa menutup total kegiatannya selama 2021 dan sebagian sudah mulai buka kembali.

Menurut dia, semua itu dilakukan pengelola hotel untuk menekan biaya operasional seiring dengan minimnya tamu yang menginap.

"Seperti di tempat saya sebenarnya total ada 120 kamar, tapi sejak 2021 kemarin hingga sekarang hanya 60 kamar yang dioperasikan. Itu pun tingkat okupansinya fluktuatif," kata dia yang juga General Manager Hotel Moro Seneng, Baturraden, Banyumas.

Kendati demikian, Irianto mengaku optimistis usaha perhotelan akan segera membaik dalam beberapa waktu ke depan dengan okupansi yang terus meningkat.

"Semoga apa yang dikatakan sejumlah ahli bahwa Omicron tidak seganas varian Delta maupun lainnya itu benar. Juga harapan bahwa Omicron menjadi akhir dari pandemi itu menjadi keniscayaan, sehingga kegiatan perekonomian semakin membaik dan berdampak terhadap usaha perhotelan," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, General Manager Hotel Meotel, Purwokerto, Andre Binawan mengakui tingkat okupansi hotel yang dikelolanya pada periode Januari hingga pertengahan Februari 2022 jauh lebih baik jika dibandingkan periode yang sama tahun 2021.

"Untuk okupansi bulan ini, kami masih di angka 52 persen. Kamar sebenarnya kami buka semuanya, cuma karena okupansinya masih sepi, ada satu lantai yang kami closed (tutup, red.) untuk mengurangi konsumsi listrik dan sebagainya," katanya.

Ia mengatakan secara keseluruhan di Hotel Meotel tersedia 117 kamar, sedangkan di lantai yang ditutup sementara terdapat 27 kamar, sehingga saat sekarang hanya ada 90 kamar yang dibuka.

Bahkan, kata dia, pihaknya sama sekali tidak melakukan pengurangan karyawan sebagai upaya untuk mengatasi dampak pandemi.

"Jangan sampai karena adanya pandemi yang sudah dua tahun ini, kinerja karyawan saya yang empat tahun ke belakang itu terlupakan. Tetap kami pertahankan, cuma gaji kami kurangi, paling terima 50-60 persen dari gaji, yang penting bisnis Hotel Meotel tetap jalan meskipun perlahan," katanya.

Lebih lanjut, dia mengakui industri pariwisata merupakan salah satu bisnis yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19, sehingga perlu adanya perhatian dan akselerasi khusus dari pemerintah.

Menurut dia, perhotelan saat sekarang sudah mengikuti sertifikasi CHSE dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yakni program penerapan protokol kesehatan yang berbasis pada Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), serta Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan).

"Kami berharap adanya dukungan dari pemerintah khususnya kepada hotel-hotel yang telah bersertifikat CHSE," katanya.

Terkait dengan munculnya varian Omicron, dia mengatakan berdasarkan pendapat sejumlah ahli, varian tersebut tidak seheboh Delta, bahkan saat sekarang Omicron dianggap seperti flu biasa.

"Ekonomi harus bisa jalan, makanya kita harus bisa hidup berdampingan dengan COVID-19 melalui upaya vaksinasi dan sebagainya," kata Andre.

Baca juga: Kelenteng Banyumas batasi jumlah umat lakukan sembahyang sambut Imlek
Baca juga: Kemendagri: Usulan pemekaran Kabupaten Banyumas masih diproses
Baca juga: BI dukung upaya pengembangan ekonomi hijau di Banyumas