Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan melakukan pemetaan mengenai dampak pandemi COVID-19 pada masyarakat adat.

“Ini merupakan upaya mitigasi yang dilakukan terhadap masyarakat adat. Tujuannya untuk memberikan gambaran dan pemetaan yang komprehensif mengenai dampak pandemi,” ujar Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi, dalam taklimat media di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan masyarakat adat seringkali memiliki akses yang sangat terbatas terhadap fasilitas kesehatan modern, seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Masyarakat adat juga harus menghadapi tekanan ekologis, konflik lahan, hingga kehilangan sumber daya utamanya.

Baca juga: Vaksinasi masyarakat adat dan disabilitas memiliki tantangan khusus

Minimnya ketersediaan dan akses terhadap fasilitas dasar kesehatan, penyebarluasan disinformasi terkait pandemi, hingga distribusi vaksin yang tidak merata semakin menambah kerentanan masyarakat adat.

Selain persoalan ketimpangan struktural, masyarakat adat telah memiliki sistem pertahanan tersendiri yang diwariskan melalui pengetahuan dan praktik-praktik lokal, yang secara langsung maupun tidak langsung bermanfaat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19.

“Laporan ini mencatat beberapa praktik isolasi, menjaga jarak, dan karantina wilayah yang bersumber dari pengetahuan lokal masyarakat adat,” kata Sjamsul.

Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan sangat penting dalam strategi penanganan dampak pandemi pada masyarakat adat untuk memperhatikan latar belakang masyarakat adat yang berbeda-beda di setiap wilayahnya.

Penanganan berbasis karakteristik khusus masyarakat adat, kata Hilmar, akan mendorong penanganan pandemi yang lebih berkeadilan, terutama bagi masyarakat adat yang telah memiliki kerentanan sebelum pandemi untuk mendapatkan prioritas penanganan.

Baca juga: AMAN: Hoaks jadi tantangan vaksinasi COVID-19 untuk masyarakat adat

“Sedangkan masyarakat adat yang masih tertutup dan telah memiliki sistem pengendalian internal yang kuat, sebaiknya tidak diganggu oleh kedatangan orang luar yang justru akan merusak pertahanan alamiah mereka” kata Hilmar.

Laporan merekomendasikan pentingnya dilakukan pemetaan yang lebih sistematis dan berkala untuk memotret situasi masyarakat adat. Pandemi COVID-19 juga memberi pelajaran pentingnya pendataan yang akurat dan waktu nyata, sehingga bisa diambil langkah- langkah yang tepat sesuai situasi dan kebutuhan masyarakat adat yang beragam.***3***

Baca juga: Satgas COVID-19 dan Dinkes Papua Barat vaksinasi masyarakat adat