Bondowoso (ANTARA News) - Amirudin, Dahnan, Rahmat dan dua orang temannya tetap cekatan bekerja di bawah terik matahari, padahal siang itu mereka berpuasa.

Kelimanya adalah tukang dan pekerja bangunan yang sedang menggarap rumah seorang warga di daerah Bataan, Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso, Jatim.

Meskipun berpuasa, mereka tidak mengurangi jam kerja dari pukul 07.00 hingga 16.00 WIB, sebagaimana yang berlaku bagi karyawan kantoran, termasuk pegawai negeri sipil.

"Kami sudah biasa bekerja seperti ini, meskipun di bulan puasa," kata Amirudin yang menjadi kepala dari para tukang tersebut.

Lelaki yang akrab di panggil Amir itu mengemukakan, tidak pernah ada masalah antara pekerjaannya dengan urusan ibadah kepada Allah SWT tersebut.

Ia juga tidak mengurangi kualitas pekerjaan, meskipun tidak makan dan minum selama seharian. Demikian juga dengan Dahnan dan Rahmat. Pekerjaan menembok bangunan, memasang genting atau memukul paku dengan palu yang memakan tenaga besar tetap dilakukannya sebagaimana pekerjaan di luar puasa.

"Alhamdulillah pekerjaan seperti ini tidak menjadi halangan untuk puasa," kata Amir.

Ia juga bersyukur karena saat malam tiba, ia masih bisa melaksanakan ibadah sunah berupa shalat tarawih berjamaah di masjid atau mushala dekat rumahnya.

Dalam "karier"-nya sebagai pimpinan tukang, Amir pernah mengalami peristiwa mengharukan. Suatu ketika ia mengerjakan perbaikan rumah pejabat kepolisian yang non-muslim di Bondowoso. Si perwira polisi itu terlihat heran, karena Amir, Dahnan dan Rahmat tetap mampu menahan lapar dan haus saat bekerja di siang hari.

"Akhirnya waktu pulang, saya dan teman-teman diberi semangka yang banyak oleh pemilik rumah," kata Dahnan menambahkan.

Selain itu, suatu hari Amir pernah terpaksa membatalkan puasa karena jatuh terpeleset dari atas genting saat mengerjakan rumah. Karena pemilik rumah panik, Amir dipaksa menelan kuning telor mentah dan segelas air beberapa saat setelah jatuh.

"Padahal saya waktu itu masih kuat untuk puasa, meskipun badan sakit dan keseleo. Akhirnya saya batalkan, tapi besoknya bekerja lagi dan puasa," katanya tertawa.

Amir tidak terlalu berpikir jauh mengenai ketaatannya dalam menjalankan perintah Ilahi tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa hal itu sudah diajarkan ibunya sejak kecil dan disadari betul sebagai kewajiban seorang umat yang harus dikerjakan.

Demikian juga dengan Dahnan. Ketika ditanya bahwa dalam kondisi yang sangat berat, sebetulnya dirinya bisa saja tidak berpuasa, tapi hal itu sebisa mungkin dihindari.

"Sayang kalau tidak puasa. Meskipun demikian, saya memang pernah tidak puasa karena betul-betul tidak kuat. Bukan masalah lapar, tapi haus yang luar biasa karena bekerja di bawah sinar matahari," katanya.

Rahmat mengaku bersyukur tidak pernah mengalami halangan berarti sehingga selama ini tidak pernah membatalkan puasa, meskipun pekerja bangunan tetap saja ada di bulan puasa.

Mereka tetap bekerja selama Ramadhan, selain karena pekerjaan rutin mencari nafkah buat anak istri, hal itu dilakukan untuk bekal keluarganya menghadapi Hari Raya Idul Fitri.

"Kalau kami tidak bekerja karena puasa, saat Lebaran kasihan keluarga," kata Dahnan.

Karena tidak mendapatkan jatah makan dari pemilik rumah, para pekerja itu mendapatkan tambahan ongkos bekerja selama bulan Ramadhan.

Ditanya bagaimana tanggapannya terhadap orang yang tidak bekerja berat, tapi tidak berpuasa, Dahnan mengatakan bahwa hal itu kembali ke diri masing-masing umat Islam.

"Sebetulnya kalau diniatkan betul, pasti kuat, apalagi kalau tidak sedang bekerja berat," katanya menegaskan.

Ia juga mengamini pernyataan bahwa hasil pekerjaan pada saat seseorang menjalankan ibadah puasa, akan jauh lebih berkah.