Jakarta (ANTARA News) - Pemberian Hadiah Nobel kepada tokoh dunia, termasuk usulan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, layak diberikan lantaran hanya dilakukan berdasarkan kriteria di satu bidang tertentu saja yang tidak dikaitkan dengan bidang lainnya, kata mantan Menteri Negara HAM asal Aceh, Hasballah M. Saad. "Pengajuan nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dicalonkan sebagai penerima Hadiah Nobel hanya untuk bidang perdamaian saja, sehingga tidak ada alasan pihak tertentu mengaitkannya dengan garapan pemerintahan lainnya, seperti di bidang pertumbuhan ekonomi atau pendidikan yang mereka anggap kurang berhasil," katanya kepada ANTARA News, Selasa. Pernyataan Hasballah itu disampaikannya menanggapi komentar sejumlah pihak yang mempertanyakan kriteria pengajuan Susilo Bambang Yudhoyono diusulkan oleh anggota senior Komite Hubungan Internasional Kongres Amerika Serikat (AS), Robert Wexler, sebagai calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2006. Sejumlah pihak tersebut secara tidak langsung menyebutkan Presiden RI tersebut dianggap "tidak layak" untuk dicalonkan sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2006, karena gagal mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Itu harus diluruskan. Penghargaan Nobel itu untuk satu event saja. Saya kira dia sangat layak menerimanya untuk bidang perdamaian. Sebagai pemegang kebijakan, ia menyelesaikan konflik Aceh, dan itu sangat baik. Ini merupakan keberhasilan seluruh tim dan bangsa Indonesia," kata Hasballah, mantan Menteri Negara Hak Azasi Manusia (HAM) pada zaman Presiden KH Abdurachman Wahid. Meskipun baru diusulkan untuk mendapat Hadiah Nobel, namun ia menilai, hal itu sangat positif. Ia mengakui memang ada beberapa tokoh sentral yang membangun perdamaian di Aceh, namun menurut dia tidak mungkin Hadiah Nobel itu diberikan kepada 10 orang atau lebih. "Presiden RI itu memperlihatkan kepemimpinannya dalam menggerakkan tim negosiator, ia pantas mendapatkannya. Pejabat dan tokoh lain juga sangat berjasa, namun untuk penerima hadiah Nobel ada aturan main tersendiri," ujarnya. Namun, yang membuat Hasballah merasa bangga adalah pengajuan nama calon Hadiah Nobel yang dilakukan oleh seorang anggota Kongres AS itu berkaitan dengan penyelesaian masalah Aceh. "Ide perjuangan itu berlangsung sejak saya menjabat Menteri HAM, dan sekarang di bawah Susilo Bambang Yudhoyono ide perdamaian itu dituntaskan. Sebuah penyelesaian yang ditunggu-tunggu oleh Aceh," katanya. Meskipun baru sebatas diusulkan untuk menerima Nobel Perdamaian 2006, menurut Hasballah, semangatnya diharapkan meresap kepada seluruh bangsa Indonesia untuk berpikir damai. "Saatnya berpikir bahwa penyelesaian masalah dan konflik itu akan selalu bisa diselesaikan dengan jalan damai yang jauh lebih bermartabat," katanya. Semangat perdamaian itu, menurut Hasballah, harus diikuti oleh semua unsur, terutama militer, polisi dan birokrat bahwa kekerasan dalam menyelesaikan masalah tidak akan berujung. (*)