Pebalap MotoGP akan bisa cicipi pepes nyale jelmaan Putri Mandalika
13 Februari 2022 15:14 WIB
Warga menyaksikan balapa tes pramusim MotoGP dari bukit di Sirkuit Mandalika Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (13/2/2022). ANTARA/Akhyar Rosidi/aa.
Lombok Tengah (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menyatakan, para pebalap dari berbagai negara yang akan kembali menjajal Sikut Mandalika Lombok pada Maret 2022, akan bisa mencicipi pepes terbuat dari nyale yang dianggap merupakan jelmaan Putri Mandalika.
"Berkunjung ke Lombok rasanya kurang jika tak mencoba makanan bernama pepes nyale. Tak terkecuali Marc Marquez, juara dunia MotoGP 2019, kudu mencobanya," kata Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, H Lendek Jayadi saat acara konferensi pers di Media Center Indonesia Mandalika, Lombok Tengah, Minggu.
Ia mengatakan para pebalap dunia memang sudah berada di Lombok menjajal Sirkuit Intenasional Jalan Raya Pertamina Mandalika dalam tes pramusim MotoGP, untuk kemudian berlaga di puncak balapan pada 18-20 Maret 2022.
Baca juga: Wabup: Perayaan Bau Nyale dipusatkan di Pantai Tanjung An
Di waktu senggang, tak tertutup kemungkinan mereka akan menjajal berbagai hal di luar balapan, karena eksotisme alam NTB tak perlu diragukan.
"Kekayaan kuliner, budaya dan banyak lagi tentu sayang untuk dilewatkan oleh para wisatawan atau pebalap," kata Lendek Jayadi.
Pemerintah daerah terus berupaya menciptakan suasana yang nyaman khususnya di destinasi wisata. Bentangan pantai yang indah didukung juga dengan tradisi masyarakat yang masih kental menjadi daya tarik wisatawan yang datang ke daerah yang dijuluki Gumi Tatas Tuhu Trasna ini.
"Menjelang MotoGP ada tradisi Bau Nyale," katanya.
Baca juga: Festival Bau Nyale di NTB pastikan penerapan prokes COVID-19
Kesempatan itu sebagai wujud memelihara atraksi budaya yang sudah menjadi peninggalan leluhur masyarakat Sasak Lombok. Bau nyale, sebuah tradisi suku terbesar di Lombok, pulau seluas 4.725 kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 1.364 kilometer dan menjadi bagian penting dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Dalam bahasa Sasak, bau artinya menangkap dan nyale adalah cacing laut. Bau nyale adalah aktivitas masyarakat untuk menangkap cacing laut yang dilakukan setiap tanggal 20 bulan 10 dalam penanggalan tradisional Sasak (pranata mangsa) atau tepat 5 hari setelah bulan purnama. Umumnya, antara bulan Februari dan Maret setiap tahunnya," kata Lendek.
Masyarakat setempat percaya nyale adalah jelmaan Putri Mandalika, anak pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting dari Kerajaan Tonjang Beru dalam hikayat kuno Sasak. Putri Mandalika diceritakan sebagai sosok cantik yang diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok seperti Kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan Beru.
Baca juga: Dispar NTB: Pesona Bau Nyale 2022 didukung pemerintah pusat
Tak ingin terjadi kekacauan di kemudian hari jika ia memilih salah satu di antaranya, Putri Mandalika pun menolak semua pinangan itu dan memilih mengasingkan diri.
Akhirnya Putri Mandalika memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat di Pantai Kuta, Lombok pada tanggal 20 bulan 10, tepatnya sebelum Subuh.
Seluruh undangan berduyun-duyun menuju lokasi. Putri Mandalika yang dikawal ketat prajurit kerajaan muncul di lokasi. Kemudian dia berhenti dan berdiri pada sebuah batu di pinggir pantai. Tak lama, ia pun terjun ke dalam air laut dan menghilang tanpa jejak.
Baca juga: Acara puncak Bau Nyale akan dilaksanakan 20-21 Februari 2022 di Lombok
"Seluruh undangan sibuk mencari, namun mereka hanya menemukan kumpulan cacing laut yang kemudian mereka percayai sebagai jelmaan Putri Mandalika," katanya.
Bagi sebagian orang nyale bukanlah sekadar cacing laut. Nyale merupakan hidangan yang istimewa bagi warga Lombok. Hasil tangkapan nyale itu acap mereka jadikan pepes nyale yang dibakar dengan daun pisang.
Pepes nyale seukuran 250 gram ini pun kerap dijual di tepi jalan Lombok seharga Rp35 ribu-Rp50 ribu dan tak pernah sepi peminat.
"Nyale juga bisa dijadikan sambal pedas berbahan nyale mentah. Agar mengusir amis si cacing laut, sambal pedas ini ditabur perasan jeruk purut dan daun kemangi," kata Lendek.
Baca juga: Perhelatan MotoGP Mandalika bersamaan dengan Tradisi Bau Nyale
"Berkunjung ke Lombok rasanya kurang jika tak mencoba makanan bernama pepes nyale. Tak terkecuali Marc Marquez, juara dunia MotoGP 2019, kudu mencobanya," kata Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, H Lendek Jayadi saat acara konferensi pers di Media Center Indonesia Mandalika, Lombok Tengah, Minggu.
Ia mengatakan para pebalap dunia memang sudah berada di Lombok menjajal Sirkuit Intenasional Jalan Raya Pertamina Mandalika dalam tes pramusim MotoGP, untuk kemudian berlaga di puncak balapan pada 18-20 Maret 2022.
Baca juga: Wabup: Perayaan Bau Nyale dipusatkan di Pantai Tanjung An
Di waktu senggang, tak tertutup kemungkinan mereka akan menjajal berbagai hal di luar balapan, karena eksotisme alam NTB tak perlu diragukan.
"Kekayaan kuliner, budaya dan banyak lagi tentu sayang untuk dilewatkan oleh para wisatawan atau pebalap," kata Lendek Jayadi.
Pemerintah daerah terus berupaya menciptakan suasana yang nyaman khususnya di destinasi wisata. Bentangan pantai yang indah didukung juga dengan tradisi masyarakat yang masih kental menjadi daya tarik wisatawan yang datang ke daerah yang dijuluki Gumi Tatas Tuhu Trasna ini.
"Menjelang MotoGP ada tradisi Bau Nyale," katanya.
Baca juga: Festival Bau Nyale di NTB pastikan penerapan prokes COVID-19
Kesempatan itu sebagai wujud memelihara atraksi budaya yang sudah menjadi peninggalan leluhur masyarakat Sasak Lombok. Bau nyale, sebuah tradisi suku terbesar di Lombok, pulau seluas 4.725 kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 1.364 kilometer dan menjadi bagian penting dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Dalam bahasa Sasak, bau artinya menangkap dan nyale adalah cacing laut. Bau nyale adalah aktivitas masyarakat untuk menangkap cacing laut yang dilakukan setiap tanggal 20 bulan 10 dalam penanggalan tradisional Sasak (pranata mangsa) atau tepat 5 hari setelah bulan purnama. Umumnya, antara bulan Februari dan Maret setiap tahunnya," kata Lendek.
Masyarakat setempat percaya nyale adalah jelmaan Putri Mandalika, anak pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting dari Kerajaan Tonjang Beru dalam hikayat kuno Sasak. Putri Mandalika diceritakan sebagai sosok cantik yang diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok seperti Kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan Beru.
Baca juga: Dispar NTB: Pesona Bau Nyale 2022 didukung pemerintah pusat
Tak ingin terjadi kekacauan di kemudian hari jika ia memilih salah satu di antaranya, Putri Mandalika pun menolak semua pinangan itu dan memilih mengasingkan diri.
Akhirnya Putri Mandalika memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat di Pantai Kuta, Lombok pada tanggal 20 bulan 10, tepatnya sebelum Subuh.
Seluruh undangan berduyun-duyun menuju lokasi. Putri Mandalika yang dikawal ketat prajurit kerajaan muncul di lokasi. Kemudian dia berhenti dan berdiri pada sebuah batu di pinggir pantai. Tak lama, ia pun terjun ke dalam air laut dan menghilang tanpa jejak.
Baca juga: Acara puncak Bau Nyale akan dilaksanakan 20-21 Februari 2022 di Lombok
"Seluruh undangan sibuk mencari, namun mereka hanya menemukan kumpulan cacing laut yang kemudian mereka percayai sebagai jelmaan Putri Mandalika," katanya.
Bagi sebagian orang nyale bukanlah sekadar cacing laut. Nyale merupakan hidangan yang istimewa bagi warga Lombok. Hasil tangkapan nyale itu acap mereka jadikan pepes nyale yang dibakar dengan daun pisang.
Pepes nyale seukuran 250 gram ini pun kerap dijual di tepi jalan Lombok seharga Rp35 ribu-Rp50 ribu dan tak pernah sepi peminat.
"Nyale juga bisa dijadikan sambal pedas berbahan nyale mentah. Agar mengusir amis si cacing laut, sambal pedas ini ditabur perasan jeruk purut dan daun kemangi," kata Lendek.
Baca juga: Perhelatan MotoGP Mandalika bersamaan dengan Tradisi Bau Nyale
Pewarta: Akhyar Rosidi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022
Tags: