Dua Orang Suku Tewas Dalam Bentrokan Dengan Militer Yaman
2 Agustus 2011 00:40 WIB
Seorang pengunjuk rasa menunjukkan tulisan di telapak tangannya saat mengikuti aksi menuntut mundurnya Presiden Yaman Ali Andullah Saleh di Taiz Yaman, Minggu (24/7) Tulisa di tangannya bertuliskan: "Kami tetap tegar meskipun kekurangan listrik, air, dan bahan bakar. (FOTO ANTARA/REUTERS/Stringer/ox/11.)
Sanaa (ANTARA News) - Sedikitnya dua orang suku tewas dan tiga lain cedera dalam bentrokan sengit dengan militer Yaman, Senin, di dekat kota kedua negara itu, Taez, kata beberapa saksi.
Menurut saksi, juga ada korban di pihak militer yang diangkut dengan helikopter, namun mereka tidak bisa menyebutkan jumlahnya, lapor AFP.
Bentrokan itu meletus Senin pagi di sebuah daerah pinggiran sebelah utara Taez yang menghubungkan kota berpenduduk empat juta orang itu dengan daerah-daerah suku sekitarnya, kata para saksi itu.
Orang-orang suku menghancurkan sebuah tank militer dan menguasai satu tank lagi, sementara jet-jet tempur terbang di atas kawasan itu, tambah mereka.
Pekan lalu, gencatan senjata singkat antara orang suku bersenjata pro-oposisi dan pasukan pemerintah runtuh Kamis ketika bentrokan meletus, yang mengakibatkan satu polisi tewas.
Orang suku, yang menyatakan menjaga keselamatan pemrotes yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh, berperang dengan pasukan loyalis pemerintah selama dua bulan terakhir.
Kelompok suku yang setia pada pemimpin oposisi kuat Sheikh Sadiq al-Ahmar terlibat dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah di Sanaa sejak Juni setelah Saleh menolak menandatangani perjanjian transisi yang ditengahi negara-negara Teluk.
Perjanjian yang telah ditandatangani oposisi itu menetapkan Saleh meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, ia akan memperoleh kekebalan dari penuntutan.
Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Menurut saksi, juga ada korban di pihak militer yang diangkut dengan helikopter, namun mereka tidak bisa menyebutkan jumlahnya, lapor AFP.
Bentrokan itu meletus Senin pagi di sebuah daerah pinggiran sebelah utara Taez yang menghubungkan kota berpenduduk empat juta orang itu dengan daerah-daerah suku sekitarnya, kata para saksi itu.
Orang-orang suku menghancurkan sebuah tank militer dan menguasai satu tank lagi, sementara jet-jet tempur terbang di atas kawasan itu, tambah mereka.
Pekan lalu, gencatan senjata singkat antara orang suku bersenjata pro-oposisi dan pasukan pemerintah runtuh Kamis ketika bentrokan meletus, yang mengakibatkan satu polisi tewas.
Orang suku, yang menyatakan menjaga keselamatan pemrotes yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh, berperang dengan pasukan loyalis pemerintah selama dua bulan terakhir.
Kelompok suku yang setia pada pemimpin oposisi kuat Sheikh Sadiq al-Ahmar terlibat dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah di Sanaa sejak Juni setelah Saleh menolak menandatangani perjanjian transisi yang ditengahi negara-negara Teluk.
Perjanjian yang telah ditandatangani oposisi itu menetapkan Saleh meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, ia akan memperoleh kekebalan dari penuntutan.
Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Tags: