Batam (ANTARA) - Sebanyak 96 persen dari wilayah Kepulauan Riau, seperti namanya, terdiri dari lautan dengan sumber daya alam melimpah yang terbentang dari Laut Natuna hingga Selat Malaka, tapi sayangnya, potensi ekonomi dari maritim belum tergarap maksimal.

Sedari dulu, perairan Kepri atau utamanya Selat Malaka merupakan jalur pelayaran terpenting dunia, menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pengamat Ekonomi Universitas Internasional Batam Dr Suyono Saputra mencatat, 70.000 kapal melintasi Selat Malaka setiap tahun, membawa 80 juta TEUs kontainer.

Selama ini, ia menilai bahwa Kepri masih menjadi penonton setia atas keriuhan di Selat Malaka. Padahal setidaknya, terdapat dua potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan Kepri atas keuntungan letak strategis, yaitu usaha labuh jangkar dan hub logistik internasional.

Pada awal 2022, pemerintah membuat terobosan agar Kepri bisa ikut bermain di lapangan. Tidak sekedar menjadi pemain cadangan yang menonton di pinggir arena.

Pemerintah Kepri akhirnya mendapatkan lokasi pengelolaan labuh jangkar. Seiringan dengan itu, pemerintah pusat pun memutuskan rencana pembangunan pelabuhan baru di Batam, yang diharapkan bisa melayani jutaan TEUs kontainer.

Suyono mengutarakan rasa optimistisnya bahwa kinerja perekonomian Kepri akan mengalami perbaikan dalam beberapa tahun ke depan dengan adanya pengelolaan labuh jangkar dan pelabuhan baru.

Dengan demikian, potensi maritim di provinsi tersebut secara perlahan sudah mulai termanfaatkan ke arah yang lebih tepat daripada arah yang ada selama ini.

Baca juga: Satgas: Perekonomian Kepri potensial meningkat setelah PPKM Level II
Gubernur Kepri Ansar Ahmad. (ANTARA/ Naim)


Labuh jangkar

Potensi ekonomi dari usaha labuh jangkar sudah dilirik Kepri sejak bertahun-tahun yang lalu. Provinsi Kepri optimistis dapat meraup pendapatan asli daerah dari sana. Namun, restu belum kunjung didapatkan.

Hingga kabar baik itu tersiar pada Senin (7/2). Gubernur Provinsi Kepri Ansar Ahmad mengatakan Kementerian Perhubungan menetapkan beberapa lokasi yang diusulkan untuk menjadi kawasan labuh jangkar.

"Ini sebagai sebuah anugerah bagi Kepri, karena kebijakan labuh jangkar yang kewenangannya diberikan kepada daerah adalah sebuah harapan yang dinanti-nantikan oleh masyarakat. Alasannya jelas, yakni akan banyak PAD yang akan bisa diserap ke depannya," kata Ansar Ahmad.

Wilayah labuh jangkar yang sudah ditetapkan antara lain di Tanjung Balai Karimun di area sekitar 96.470.063 m², yang akan dikelola oleh Pelindo I (Persero) dan di Pulau Nipah sesuai Surat Keputusan Menteri (SKM) nomor 222 tahun 2019 dengan luas 54.733.770 m² dan KM nomor 223 tahun 2019 dikelola PT Asinusa Sekawan dan Pelindo (Persero) dengan luas area terdiri dari, zona A seluas 18.808.877 m², zona B seluas 9.641.965 m² dan zona C seluas 16.818.965 m².

Kemudian, wilayah labuh Pulau Galang yang ditetapkan sesuai KM nomor 148 tahun 2020 dikelola oleh Bias Delta Pratama dengan luas area 251.308.785 m², wilayah labuh Perairan Kabil (Selat Riau) sesuai KM nomor 216 tahun 2020 yang pengelolaannya masih proses konsesi/kerjasama PT Pelabuhan Kepri (Perseroda), dan luas areanya 18.867.197 m², serta wilayah labuh Tanjung Berakit sesuai dengan KM nomor 30 tahun 2021, juga pengelolaannya masih proses konsesi/kerjasama dengan PT Pelabuhan Kepri (Perseroda) dengan luas area meliputi, zona A seluas 185.325.246 m² dan zona B seluas 84.005.592 m².

Dua lokasi terakhir diberikan untuk dikelola Pemprov Kepri melalui Perusahaan daerah Badan Usaha Pelabuhan Kepri.

Dengan pengelolaan labuh jangkar yang diserahkan kepada Kepri, ujar Gubernur, tentu akan ada proyeksi PAD yang bisa didapatkan nantinya.

Namun, masih menurut dia, pihaknya masih belum ke tahap membicarakan berapa proyeksi PAD yang bakal diperoleh, tapi yang jelas akan ada tambahan pendapatan nanti dari kegiatan ini.

Baca juga: Kemenhub tetapkan wilayah labuh jangkar di perairan Kepri
Kepala BP Batam Muhammad Rudi. (ANTARA/ Naim)


Hub logistik

Hub logistik adalah mimpi yang dipupuk otoritas di Batam sejak bertahun-tahun lalu. Kunci utama untuk mewujudkannya adalah kapasitas pelabuhan yang mumpuni.

Di awal kepemimpinannya sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuan Bebas Batam, Wali Kota Muhammad Rudi diminta Presiden Joko Widodo meningkatkan kapasitas Pelabuhan Batuampar.

Namun, di tengah jalan, Muhammad Rudi mengaku sulit meningkatkan kapasitas Pelabuhan Kargo Batuampar. Menurut dia, maksimum kapasitas Pelabuhan Batuampar hanya 2 juta TEUs, di bawah target 5 juta TEUs.

Bagai pepatah, "banyak jalan menuju Roma", apabila Pelabuhan Batuampar dinilai tidak mampu, maka cari pelabuhan lain yang bisa mewujudkan Batam menjadi hub logistik internasional.

Maka kunjungan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di Batam, Senin (23/1) memberikan angin segar. Pemerintah berencana membangun pelabuhan kontainer baru di Tanjungpinggir Kecamatan Sekupang.

Pelabuhan di Tanjungpinggir, yang untuk sementara diproyeksikan akan lebih besar dari Pelabuhan Tanjung Priok dan akan diintegrasikan dengan Pelabuhan Kuala Tanjung.

Saat ini, luas lahan yang ada di Tanjungpinggir sebesar 94 hektare dan selanjutnya akan diperluas hingga 330 hektare dengan kedalaman airnya sekitar 40 meter.

Muhammad Rudi menyatakan pembangunan pelabuhan baru di Tanjungpinggir dilakukan pemerintah untuk mendukung Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas Batam sebagai hub logistik internasional, sejalan dengan upaya memotong biaya agar bisa lebih berdaya saing.

Kalau sesuai PP No. 41 tahun 2021 Batam menjadi hub logistik, lanjutnya, maka bakal dibangun pelabuhan baru di Sekupang yang ke depannya dinilai bakal mendatangkan pundi-pundi rupiah bagi provinsi tersebut.

Baca juga: Gubernur Kepri dan Menhub bahas pembangunan pelabuhan dan bandara
Pengamat ekonomi UIB Dr Suyono Saputra (ANTARA/ Naim)


Manufaktur

Sementara itu, pengamat Ekonomi Universitas Internasional Batam Dr Suyono Saputra mengingatkan meski labuh jangkar dan pembangunan pelabuhan baru berpotensi meningkatkan ekonomi Kepri, namun pengelolaannya harus dilakukan dengan baik dan profesional.

Pada usaha labuh jangkar misalnya, Suyono mengatakan pengelola lokasi harus bisa memberikan pelayanan baik agar kapal mau singgah dan beraktifitas sana.

"Saat ini saingan kita ada di Singapura. Ratusan kapal singgah di sana setiap hari karena menawarkan insentif yang menarik. Ini yang harus dipetakan oleh pengelola lokasi labuh nantinya, supaya lokasi kita lebih berdaya saing terutama dari sisi 'cost'," kata dia.

Begitu pula pada rencana pembangunan pelabuhan baru. Ia mengingatkan kunci utama memenangkan bisnis itu adalah biaya yang bersaing.

Selain itu, ujar dia, permasalahan yang ada selama ini kerap berkisar kepada biaya logistik yang tinggi, sehingga ke depannya betul-betul harus dibuktikan oleh pengelola pelabuhan baru nanti agar ke depannya mampu memangkas biaya logistik tersebut.

Dalam kesempatan itu, Suyono juga mengingatkan agar Kepri tidak meninggalkan sektor usaha yang selama ini menopang ekonomi setempat, yaitu industri manufaktur.

Menurut dia, saat ini tulang punggung ekonomi Kepri masih berada di sektor industri pengolahan (manufaktur), yang 70 persennya berada di Batam.

Bahkan, industri manufaktur terus tumbuh dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan, saat sektor lain terpuruk akibat pandemi COVID-19.

Boleh saja berupaya memanfaatkan potensi ekonomi di sektor lain, ujar dia, tetapi fokus ke industri manufaktur jangan sampai berkurang agar tren pertumbuhan tetap terjaga.

Dengan demikian, maka potensi lautan yang terbentang luas di Kepri dapat benar-benar menjadi angin segar bagi kinerja perekonomian di daerah tersebut.

Baca juga: Luhut dorong eksekusi calon pelabuhan baru Batam
Baca juga: Pembangunan Newport dukung Batam hub logistik internasional
Baca juga: Pengusaha waspadai tingginya harga angkutan logistik laut hingga 2023