Masyarakat Badui berpenduduk 16.000 jiwa tersebar di 68 perkampungan menjadikan Kawalu sebagai upacara yang wqjib dilaksanakan.
Mereka warga Badui baik laki-laki, perempuan, kalangan muda hingga orang tua menyambut baik dengan tibanya bulan Kawalu.
Pelaksanaan ritual upacara Kawalu merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Badui kepada Sang Maha Kuasa Atas anugerah hasil alam yang diberikan.
Tradisi upacara Kawalu sudah berlangsung ratusan tahun yang dilakukan masyarakat Badui karena merupakan upacara adat yang begitu sakral.
Konon, jika masyarakat Badui tidak melaksanakan tradisi Kawalu akan mengakibatkan Kabendon atau sanksi adat yang dapat mendatangkan musibah untuk orang yang melanggarnya.
Tradisi upacara Kawalu ini wajib diikuti oleh seluruh warga Badui, namun upacara suci itu dipusatkan di tiga kampung tangtu (Baduy Dalam) dengan tiga Puun dimasing-masing kampung yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana.
Pelaksanaan upacara Kawalu bertempat di Bale yang lokasinya tak jauh dari tempat tinggal Puun (pemangku adat).
Mereka masyarakat Badui Dalam maupun Badui Luar dapat berkumpul dan memenuhi bale itu.
Dalam pelaksanaan upacara Kawalu ini, setiap kampung dipimpin oleh Puun dan dibantu oleh para Jaro Tujuh dan Baresan Palawari sebagai panitia pelaksana.
Baca juga: Tetua adat : Kawasan Badui aman dari bencana banjir dan longsor
Baca juga: Warga Badui Dalam berjalan kaki ratusan kilometer memburu tupai
Tertutup bagi wisatawan
Tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan tradisi upacara Kawalu atau bulan larangan kawasan masyarakat Badui Dalam tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik tertutup baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara setelah ditetapkan oleh lembaga adat setempat, Sabtu (5/2) .
Pelarangan wisatawan itu karena masyarakat Badui Dalam yang ada di tiga kampung fokus beribadah dan doa atau nyepi dan tidak boleh terganggu.
Penetapan Kawalu itu berdasarkan Tangtu Tilu Jaro Tujuh Lembaga Adat Desa Kanekes.
Masyarakat Badui Dalam kini menutup diri untuk melaksanakan ritual Kawalu selama tiga bulan.
Selama Kawalu, mereka meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dijauhkan dari marabahaya dan mendatangkan keberkahan juga semoga kehidupan makmur, sejahtera.
Selain itu juga meminta keselamatan bangsa dan negara yang aman, damai, dan sejahtera serta dibebaskan dari pandemi COVID-19.
Penutupan kawasan Badui untuk dikunjungi wisatawan mulai berlaku mulai 5 Februari hingga 6 April 2022.
Namun, kata dia, diperbolehkan bagi pejabat daerah dan pejabat negara masuk ke kawasan Badui Dalam dengan dibatasi hanya lima orang, katanya.
Menurut dia, ritual upacara Kawalu bagi masyarakat Badui Dalam itu berdasarkan kesepakatan tangtu tilu (pemimpin adat) dan pada hari ke-18 mereka melaksanakan puasa dan menggelar upacara ritual ngeriung selamatan.
Puasa
Jaro Tangtu 12 Saidi Yunior mengatakan, dirinya sebagai jaro tanggungan 12 atau sebagai peneguh iman, menyatakan pelaksanaan puasa Kawalu dilakukan secara serentak bagi masyarakat Badui, Rabu (23/2).
Masyarakat Badui yang sudah disunat wajib melaksanakan ibadah puasa Kawalu.
Apabila, mereka tidak melaksanakan puasa Kawalu tentu menjadikan beban kerugian bagi dirinya sendiri.
Karena itu, dirinya mengajak seluruh masyarakat Badui dapat melakukan ibadah puasa Kawalu.
'Kami berharap masyarakat Badui dapat mematuhi puasa Kawalu itu, " katanya.
Masyarakat Badui melaksanakan puasa Kawalu tiga bulan berturut-turut namun cukup hanya satu hari dalam setiap bulannya menjalankan ibadah puasa tersebut.
Selanjutnya, pada bulan kedua dilakukan tanggal 18 bulan Karo atau disebut Kawalu Tengah. Sedangkan, pada bulan ketiga dilaksanakan tanggal 17 bulan Katilu atau disebut Kawalu Tutug.
Namun, masyarakat Badui menjalankan ibadah puasa Kawalu dimulai pukul 17.00 WIB dan kembali berakhir pukul 17.00 WIB keesokan harinya.
Baca juga: Tetua adat: wisatawan kunjungi Saba Badui wajib protokol kesehatan
Baca juga: Ritual "Seba Badui" diharapkan tetua adat berjalan lancar
Bersih-bersih
Masyarakat Badui sebelum melaksanakan ritual upacara Kawalu, terlebih dahulu melakukan bersih-bersih secara bergotong royong.
Kegiatan bersih-bersih ini, dilaksanakan selama tiga hari sebelum dilaksanakan upacara Kawalu.
Masyarakat Badui setelah melaksanakan Kawalu akan turun gunung dengan menggelar Seba Badui dengan mendatangi Bupati Lebak dan Gubernur Banten untuk bersilaturahmi.
Masyarakat Badui bersilaturahmi bersama 'Ibu Gede' Bupati Iti Octavia dan 'Bapak Gede' Gubernur Wahidin Halim dengan jalan kaki sejauh kurang lebih 160 kilometer.
"Kami belum tentu bisa merayakan Seba Badui karena kasus pandemi COVID-19 kembali melonjak," katanya menjelaskan.
Tokoh Badui Dalam, Ayah Mursid mengatakan, ritual upacara Kawalu wajib dilaksanakan selama tiga bulan dalam setahun dan tujuannya untuk berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberikan keberkahan dan keselamatan.
Masyarakat Badui Dalam dengan fokus dan konsentrasi selama Kawalu sebagai wujud ungkapkan rasa syukur dengan berdoa dan menjalankan ibadah puasa secara khusuk.
Selama tiga bulan Kawalu, masyarakat fokus untuk ketenangan dan ketentraman sehingga wisatawan tidak diizinkan berkunjung.
Selama masa itu, masyarakat Badui Dalam juga dilarang menggelar perkawinan dan sunatan anak yang bisa menimbulkan keramaian.
Selama ritual upacara Kawalu, warga memanjatkan doa diiringi puasa agar bangsa Indonesia diberikan keselamatan, kedamaian, kesejahteraan dan keamanan serta dijauhkan dari marabahaya, termasuk dibebaskan dari penyebaran COVID-19.
"Kami minta wisatawan dapat menghargai keputusan adat yang melarang kawasan Baduy Dalam itu dikunjungi orang luar," kata Ayah Mursid.
Baca juga: Warga Badui akan "turun gunung" saat pemungutan suara
Baca juga: Cara Banten lindungi budaya eskostis Baduy yang wajib lestari