Jakarta (ANTARA News) - Setelah mengalami penguatan signifikan pada hari sebelumnya, mata uang rupiah Kamis pagi bergerak melemah tujuh poin terhadap dolar AS menjadi Rp8.507 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya senilai Rp8.500.
"Koreksi di pasar Asia terjadi sebagian sehingga memicu pelemahan rupiah," kata Analis Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih di Jakarta, Kamis.
Namun lanjut dia, belum adanya titik temu antar pemerintah AS dan kongres mengenai pagu utang akan membuat dolar AS dibayangi sentimen negatif.
"Disaat yang sama S&P terus mengingatkan kemungkinan turunnya peringkat utang AS jika tidak ada rencana perbaikan anggaran di masa mendatang," katanya.
Ia mengatakan, perdebatan nampaknya menuju pada titik kritis kebuntuan, tetapi pasar obligasi AS masih menunjukkan arah kenaikan harga.
"Investor tidak bereaksi secara berlebihan dengan tensi politik ini. Imbal hasil obligasi AS 10 tahun turun lagi menjadi 2,95 persen pada perdagangan kemarin sebagai indikasi masih tingginya permintaan," katanya.
Analis Monex Investindo Futures, Johannes Ginting menambahkan, mata uang rupiah masih akan dapat terus menguat terhadap dolar AS seiring ekonomi AS yang diekspektasikan melambat pada awal semester kedua.
"Pertumbuhan ekonomi AS melambat di sebagian besar wilayah Amerika Serikat pada bulan Juni dan awal Juli," kata dia.
Ia mengatakan, laporan dari Fed dan data menunjukkan rencana belanja bisnis yang lemah di bulan Juni menandakan pemulihan yang lambat memicu keraguan aktivitas dapat bertambah cepat di semester kedua tahun ini.
Ia menambahkan, kegagalan untuk menaikkan plafon hutang AS sebelum tenggat waktu dua Agustus akan memukul perekonomian dan memicu aksi jual dollar AS dan mengikis statusnya sebagai mata uang "safe haven".
"Dollar AS sedang dalam masalah sampai ada solusi. Ada kemungkinan lembaga pemeringkat S&P akan menurunkan rating hutang AS jika tidak cepat diperbaiki," kata dia.
(*)
Rupiah Pagi Melemah Tujuh Poin
28 Juli 2011 10:04 WIB
Kurs Rupiah (ANTARA/PRASETYO UTOMO)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011
Tags: