Tabrakan KA Kecepatan Tinggi Ancaman Ekspor KA China: Analis
Kombinasi foto menggambarkan gerbong yang tergelincir dari kereta peluru dipindahkan dari jembatan sementara para petugas menggali menembus reruntuhan setelah kereta berkecepatan tinggi menabrak sebuah kereta yang berhenti di Wenzhou, provinsi Zheijiang, Sabtu (24/7). Kecelakaan terjadi hari Sabtu ketika sebuah kereta pertama kehilangan daya akibat sambaran petir dan kereta peluru yang berada di belakang menabraknya, lapor media TV, meningkatkan pertanyaan baru akan keamanan dari jaringan kereta kecepatan tinggi tersebut. (FOTO ANTARA/REUTERS/Aly Song/djo/11)
Saham perusahaan rel dan kereta api China turun tajam sejak kecelakaan yang menewaskan paling sedikit 39 orang dan melukai 200 orang, menimbulkan pertanyaan berkaitan desakan Beijing untuk membangun jaringan kereta api berkecepatan tinggi terbesar di dunia.
Laporan awal menyalahkan tabrakan Sabtu pada sambaran petir yang mematikan listrik kereta pertama, yang kemudian ditabrak dari belakang oleh kereta ekspres kedua, membuat sejumlah gerbong hancur dan gerbong lainnya terlempar ke luar jembatan rel.
Insiden tersebut telah mengguncangkan kepercayaan publik pada sistem perkeretaapian, khususnya jaringan kecepatan tinggi yang diganggu dugaan korupsi dan penundaan berulang-ulang yang disebabkan kekurangan listrik.
Para pakar mengatakan sejumlah pertanyaan tak terjawab, termasuk mengapa kereta api kedua tidak diperingatkan pada waktunya agar berhenti, telah lebih memperburuk kekhawatiran pada sistem perkeretaapian yang dikembangkan di China dan dapat membahayakan perdagangan di masa mendatang.
"Sudah ada kekhawatiran di luar negeri tentang kualitas teknologi semacam ini," kata Alistair Thornton, seorang analis pada kelompok riset IHS Global Insight kepada AFP.
"Saya pikir hal ini akan membuat sangat sulit bagi para pembuat kebijakan di Barat untuk bersandar pada China sebagai sumber."
Beijing -- yang ingin sekali memamerkan kejagoan teknologinya dan menumbuhkan kekayaan di dalam dan di luar negeri -- telah mendesakkan ekspor teknologi kereta api berkecepatan tinggi bahkan meskipun jaringannya sendiri baru saja dibuka bagi penumpang pada 2007.
Pemerintah China telah menggelontorkan sejumlah besar uang untuk membangun sistem perkeretaapian berkecepatan tinggi terbesar di dunia, dengan panjang trek 8.358 kilometer pada akhir tahun lalu.
Diperkirakan trek tersebut akan melampaui 13.000 kilometer sebelum 2012 dan 16.000 kilometer sebelum 2020.
Para pengamat mengatakan kecelakaan tersebut akan meningkatkan keraguan terhadap kualitas teknologi tradisional yang masih merupakan bagian terbesar ekspor kereta api China, begitu juga peralatan kecepatan tinggi lebih baru yang coba dijual ke luar negeri.
China sedang membantu membangunkan jalinan berkecepatan tinggi di Turki, Venezuela dan Arab Saudi dan Desember lalu CSR menandatangani sebuah kesepakatan dengan konglomerat AS General Electric untuk membuat kereta api berkecepatan tinggi di Amerika Serikat.
Namun presiden Atlantis Investment Reseach Edwin Merner mengatakan China punya "nol" kesempatan dalam 5 sampai 10 tahun mendatang untuk mengekspor kereta api dan peralatan kecepatan tinggi -- bahkan meski itu asli didasarkan pada teknologi Barat.
"Saya pikir orang akan berkata 'kereta apimu tidak dapat diandalkan dan oleh karena sistemmu tidak disempurnakan jadi kami tidak membutuhkannya'," kata Merner yang berbasis di Tokyo kepada AFP.
"Hal itu hanya menegaskan kembali bahwa jika anda mencoba untuk pergi terlalu cepat dan jika anda ngomong besar maka kemungkinan besar ada sesuatu yang salah."
Perusahaan di balik jaringan kereta api China memperoleh hak untuk menggunakan teknologi perkeretaapian tertentu ketika mereka membeli peralatan dari perusahaan Barat.
Pembuat kereta api China CSR Corp dan CNR Corp bersama dengan China Railway Group dan China Railway Construction Corp memperoleh teknologi signifikan dari raksasa-raksasa industri seperti Alstom, Bombardier dan Siemens.
Kini, mereka sedang bertarung dengan perusahaan itu untuk mendapat bagian dari pasar luar negeri.
CSR, yang terlibat dalam pembuatan kedua kereta api dalam tabrakan akhir pekan lalu, memiliki kontrak luar negeri berjalan sebesar 2,02 miliar dolar pada akhir 2010, menurut laporan tahunan perusahaan itu.
Ekspor lokomotif China, lok-lok dan kereta api, suku cadang, trek dan peralatan sinyal mencapai 2,9 miliar dolar pada 2009, turun dari 10,2 miliar pada 2008, menurut data pemerintah terakir.
Perincian ekspor kereta api berkecepatan tinggi tidak tersedia.
"Kecelakaan tidak berarti akhir dari perkeretaapian berkecepatan tinggi, namun hal tersebut akan memaksa negara lain untuk berpikir lebih tentang apakah mereka benar-benar membutuhkannya dan dimana mereka memperoleh teknologi tersebut," kata Ingrid Wei, seorang analis di Credit Suisse, kepada AFP.
Saham CSR yang dicatatkan di Shanghai jatuh sebanyak 12,5 persen sejak tabrakan tersebut, sementara CNR jatuh sebanyak 13,8 persen ketika para analis memperingatkan laju konstruksi kereta api kemungkinan akan melambat karena China memfokus lebih pada keamanan.
Merner mengatakan malapetaka itu telah mengekspose kekurangan utama dalam sistem perkeretaapian China dan hal itu dapat makan waktu 20 tahun bagi pembuat kereta api dan rel lokal untuk meyakinkan para pembeli asing perihal keamanan teknologi kecepatan tinggi.
"Konstruksi -- bahkan meskipun desainnya sangat bagus -- bergantung pada suku cadang yang sangat dapat diandalkan dan teknologi suku cadang China memperlihatkan sesuatu yang harus dipertimbangkan," katanya. (ANT/K004)
Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011