Jakarta (ANTARA News) - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengingatkan semua pihak bahwa pembahasan Rancangan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) jika tidak hati-hati bisa menjatuhkan pemerintahan.

"Masalah ini harus diwaspadai, jangan sampai pembahasan RUU BPJS melebar kemana-mana yang tidak sesuai dengan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) lalu menimbulkan gejolak di kalangan buruh," kata Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambhing di Jakarta, Rabu.

Dia berharap pembahasan RUU BPJS yang akan dilanjutkan setelah 17 Agustus mendatang tidak bias dan tetap fokus pada lahirnya UU BPJS sesuai amanat UU No.40/2004 tentang SJSN.

Pembahasan RUU BPJS yang sengaja dibiaskan dan ditumpangi oleh kepentingan tertentu dikhawatirkan akan menghasilkan undang-undang yang kontra produktif.

"Kalau sampai salah mengambil keputusan dan merugikan pekerja maka risikonya bisa menjatuhkan pemerintah," ucapnya.

Tambing mengingatkan, KSPSI memang mendesak DPR dan pemerintah agar secepatnya menuntaskan pembahasan RUU BPJS, tetapi UU itu harus tetap mengacu amanat UU SJSN, dimana pengelolaannya menganut prinsip waliamanah, nirlaba, dan kehati-hatian, karena menyangkut dana besar milik.

Pembahasan RUU BPJS akan dilanjutkan pada Agustus mendatang karena hingga 22 Juli 2011 Panja DPR tidak berhasil membuahkan kesepakatan dengan pemerintah.

Beberapa hal yang tidak disepakati antara lain, pemerintah tidak setuju empat BPJS yang ada, PT Taspen, PT Askes, PT Asabri dan PT Jamsostek ditransformasi (dilebur).

Pemerintah juga tidak sepakat tentang tatacara pemilihan eksekutif di BPJS yang diajukan DPR.

Menurut Tambing, ide dasar pembahasan RUU BPJS adalah pembentukan BPJS sebagaimana diamanatkan UU SJSN, tapi tidak menggabung atau mentransformasikan keempat BUMN tersebut.

"KSPSI tidak setuju PT Jamsostek digabung dengan BUMN lainnya, karena sistem jaminan sosial yang dilaksanakan oleh keempat BUMN itu sangat berbeda. Selain memiliki undang-undang tersendiri, kepesertaan dan sistem pendanaannya juga berbeda," kata Tambing.

Dia juga mengingatkan penggabungan empat BUMN itu tidak gampang dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru. Hasil penggabungan juga masih dipertanyakan, khususnya tentang dana pekerja yang sudah disimpan di PT Jamsostek.

"Karena itu, jutaan anggota KSPSI yang telah menjadi peserta Jamsostek menolak penggabungan BUMN tersebut, karena dinilai akan membuat runyam sistem jaminan sosial yang sudah dikelola dengan baik selama ini.

Dia juga belum mengetahui arah dua BPJS baru yang akan dibentuk nanti. "Pekerja harus tahu persis kemana arahnya, jangan sampai BPJS hasil undang-undang nanti malah akan menimbulkan masalah baru yang merugikan pekerja," katanya.

BPJS baru sebaiknya dikhususkan untuk menangani pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.

Sikap KSPSI ini, menurut Tambing, telah diputuskan dalam rapat kerja nasional (Rakernas) KSPSI yang diselenggarakan di Bogor pada 24-26 Juli 2011.

Keputusan yang akan dikukuhkan dalam rapat pleno DPP KSPSI itu akan dirumuskan sebagai rekomendasi yang segera disampaikan kepada pemerintah dan DPR.


Kongres Dipercepat

Di bagian lain, Tambing menjelaskan, Rakernas KSPSI juga memutuskan untuk mempercepat kongres KSPSI pada Februari 2012. Semula, kongres KSPSI akan dilaksanakan pada Februari 2013, sesuai keputusan kongres KSPSI pada Februari 2008.

Percepatan pelaksanaan kongres tersebut, menurut Mathias, diperlukan untuk mempercepat konsolidasi organisasi dari tingkat pusat sampai tingkat paling bawah (PUK/Pengurus Unit Kerja).

Konggres direncanakan akan dihadiri sekitar 1.000 peserta dari unsur DPP, DPD, dan federasi.

Kongres juga akan mengundang pimpinan dua konfederasi serikat pekerja lainnya, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonensia (KSPI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan serikat buruh internasional. (*)

(E007/R010)