Brussels (ANTARA News/Xinhua-0ANA) - NATO pada Selasa menuduh pasukan pro-Gaddafi menempati dan menggunakan fasilitas-fasilitas sipil untuk tujuan militer di Libya, dan dengan demikian membuat target mereka benar untuk kampanye serangan udara NATO.

"Pasukan (Pemimpin Libya Muamar) Gaddafi meningkatkan pendudukannya terhadap fasilitas-fasilitas itu, yang mestinya untuk tujuan sipil," kata Kolonel Roland Lavoie, juru bicara untuk operasi Libya NATO.

Situs-situs itu termasuk bekas kandang, fasilitas pertanian, gudang komersial dan industri, pabrik, pabrik pengolahan makanan pokok, kata Lavoie.

"Dengan menempati dan menyalahgunakan fasilitas ini, rezim telah mengubah mereka menjadi instalasi militer ... dan membuat mereka menjadi tujuan militer yang sah dan diperlukan untuk NATO," kata Lavoie.

Selain itu, Lavoie mengatakan situasi di tanah Libya kini tetap "sangat dinamis" pada saat pertempuran antara pasukan kelompok pro-Gaddafi dan pemberontak terus berlanjut di beberapa bidang.

"Di Brega, pasukan pro-Gaddafi berusaha untuk mencegah kemajuan pasukan anti-Gaddafi dengan menggunakan rintangan, termasuk bidang tambang dan parit berisi minyak bakar," katanya.

Dalam laporan dari Washington sebelumnya, para pejabat AS telah bertemu dengan perwakilan pemimpin Libya Muammar Gaddafi pada akhir pekan lalu, dalam upaya untuk menekan dia untuk mundur, kata laporan-laporan media, Senin.

Pertemuan tersebut berlangsung Sabtu di sebuah negara ketiga yang tidak diungkapkan dan melibatkan tiga diplomat senior AS, termasuk Sekretaris Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat Jeffrey Feltman, bersama dengan empat anggota senior dari pemerintah Gaddafi, menurut laporan CNN, mengutip pejabat AS yang tak disebutkan namanya.

Sebelumnya, pemimpin Libya yang diperangi Muamar Gaddafi menegaskan dia tidak akan mempengaruhi keputusan tentang masa depan negara, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov Jumat.

Dia berbicara sehari setelah Menteri Luar Negeri Libya Abdul Ati al-Obeidi mengakhiri kunjungan di Rusia untuk membahas konflik di negara Afrika Utara itu.(*)

(Uu.H-AK/B002)