Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung mengaku sampai sekarang belum mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan dugaan penyelewenangan dalam Proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Desa Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

"Surat perintah penyelidikan belum dikeluarkan," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan sampai sekarang masih dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).

Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung, Darmono, menyatakan pihaknya masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan.

"Kami masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan. Ini masih dalam penyelidikan," kata Wakil Jaksa Agung Darmono di Jakarta, Senin.

Darmono menolak membeberkan hasil temuan sementara dari pemeriksaan proyek tersebut. Begitu pula dengan identitas orang-orang yang diperiksa. "Nanti saja saya ungkapkan," kata dia.

Secara terpisah Menkopolhukam, Djoko Suyanto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri semua dugaan korupsi, termasuk dugaan suap dalam tender proyek Hambalang seperti ditudingkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin.

Djoko mengatakan menjadi tugas KPK untuk mengungkap dugaan korupsi agar tidak menimbulkan polemik yang tak jelas. "Korupsi itu kan ada kerugian negara dilakukan oleh penyelenggara negara. Itu tugas KPK," ujarnya.

Menurut Djoko, dengan adanya penelusuran KPK kemungkinan munculnya polemik bisa dicegah, karena dengan adanya penelusuran tersebut bisa dipastikan ada yang bersalah atau tidak.

Dalam wawancara melalui telepon dengan salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta, pekan lalu Nazaruddin yang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat menyebutkan bahwa proyek Stadion Hambalang sudah diatur pemenang tendernya.

Nazaruddin menyebutkan dua BUMN PT AK dan PT WK, selaku kontraktor diduga memberikan suap miliaran rupiah kepada petinggi Partai Demokrat.

Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya, Kurnadi Gularso dalam beberapa kali kesempatan di media membantah adanya campur tangan politikus dalam proyek tersebut.

Menurut dia, pihaknya memperoleh tender itu melalui proses normal. "Proyek tersebut dibiayai oleh APBN, bentuknya tender bukan penunjukan langsung," ujar dia.

Berdasarkan kontrak, proyek Hambalang senilai Rp1,5 triliun itu merupakan proyek "join operation". PT Adhi Karya sebagai pemimpin proyek dengan bagian 70 persen dan PT Wijaya Karya 30 persen.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menjadikan pengakuan Nazaruddin sebagai catatan untuk diinvestigasi. Anggota II BPK, Taufiqurrahman Ruki mengatakan untuk memeriksa hal itu, BPK akan melihat laporan keuangan secara keseluruhan.

Di dalam laporan keuangan itu nanti ada temuan-temuan parsial yang membutuhkan pendalaman. "Nah, itu kami ikuti dan tindak lanjuti. Katakanlah proyek mana, itu kami periksa lebih mendalam," ujar dia.(*)

(T.R021/I007)