Gorontalo (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Idah Syahidah mengungkapkan bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk warga miskin di Gorontalo, belum tersalurkan pada 17 Januari 2022.

Menurutnya, secara nasional bantuan dari Kemensos yang belum tersalurkan sebesar Rp2,7 triliun, dan khusus untuk Gorontalo sebesar Rp16,8 miliar.

Setiap Kelompok Penerima Manfaat (PKM) mendapatkan bantuan Rp200 ribu setiap bulan, sejak bulan Juli hingga Desember 2021 lalu.

“Ternyata dana Rp16,8 miliar itu belum tersalurkan per tanggal 17 Januari. Kami dari Komisi VIII turun dan mengevaluasi apa kendalanya. Hadir ketika itu dari Inspektorat Jenderal Kementerian Sosial Bapak Laode Taufik. Itu kan data Januari, sekarang masih terus berproses,” kata Idah saat mengikuti rapat bersama Gubernur Gorontalo Rusli Habibie bersama bupati dan wali kota secara virtual yang berlangsung dari Vila Kencana Kecamatan Botumoito, Kabupaten Boalemo, Senin.

Dalam rapat tersebut juga hadir pihak perbankan, selaku penyalur bantuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Bantuan Pangan Non Tunai (PPKM BPNT).

Baca juga: Risma minta maaf pada Komisi VIII atas komunikasi buruk jajarannya

Idah mengungkapkan, beberapa kendala yang menjadi temuan komisi VIII di antaranya penyerahan data dari Bank Himbara kepada Koordinator Daerah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) baru disampaikan bulan Oktober 2021.

Akibatnya, waktu pencocokan data lapangan dan pencairan melewati batas waktu hingga Desember 2021.

“Mereka itu kan datang ke warga betul enggak, orangnya masih ada atau sudah meninggal? Kalau sudah meninggal kan harus diganti ke ahli waris, nah itu membutuhkan waktu. Jadi data kemensos belum real sesuai yang ada di lapangan,” kata Idah.

Persoalan data, menurutnya harus dikoordinasikan dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hingga di tingkat desa/kelurahan.

Ia menilai Kemensos belum melibatkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, untuk pencocokan data KPM penerima.

“Contohnya di Kabupaten Gorontalo itu ada 276 KPM orangnya tidak ada. Korda sudah mencari itu tidak ada. Entah pindah, entah meninggal itu. Pemerintah kabupaten kota tidak dikabari oleh Himbara,” tambahnya.

Kendala lain yakni banyak calon penerima bantuan tidak mau divaksinasi, sebagai satu syarat menerima bantuan.

Ada juga warga yang lebih memilih mengambil Bantuan langsung Tunai Desa (BLT Desa) yang nilainya sama, namun dicairkan secara tunai.

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menilai banyaknya bantuan yang tidak bisa dicairkan, menjadi potret belum maksimalnya integrasi data antara pusat dan daerah.

Pemerintah daerah diminta untuk dilibatkan, dalam penyesuaian data di lapangan.

“Itu kan yang kedatangan Ibu Menteri ke sini beberapa waktu lalu dan kita bahas bersama. Data ini sudah tidak valid lagi. Alamat tidak diketahui, orang yang tadinya miskin jadi kaya, ada yang sudah pindah, sudah meninggal. Ini yang perlu kita update terus datanya. Saya minta perbankan jangan diam. Harus berkoordinasi untuk menyampaikan data terbaru,” tukas gubernur.

Baca juga: Komisi VIII DPR RI apresiasi langkah Mensos terkait pencairan bansos