Bengaluru (ANTARA) - Sebagian besar mata uang Asia melemah pada Senin, karena data pertumbuhan pekerjaan AS yang kuat meningkatkan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga Federal Reserve, sementara won Korea Selatan semakin melemah oleh rekor kasus COVID-19 di negara itu.

Won turun 0,2 persen, sementara sahamnya kehilangan 0,3 persen, dirugikan oleh kekhawatiran atas lonjakan infeksi dan risiko kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat.

Ekonomi AS menciptakan lebih banyak pekerjaan dari yang diperkirakan pada Januari, meskipun ada gangguan pada bisnis yang berhadapan dengan konsumer dari lonjakan kasus COVID-19, meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih besar pada pertemuan kebijakan Maret.

Rupiah Indonesia juga melemah 0,1 persen, tetapi tetap stabil pada level tersebut karena pertumbuhan produk domestik bruto kuartal keempat negara itu meningkat 5,0 persen, sedikit lebih cepat dari yang diperkirakan, didukung oleh harga komoditas yang tinggi dan pelonggaran pembatasan anti-virus.

Imbal hasil obligasi 10-tahun Indonesia juga naik ke level tertinggi sejak Juli.

Sementara itu, dikutip dari Reuters, saham di seluruh wilayah bervariasi, dengan China menguat setelah liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu, bertambah sekitar 2,0 persen, sementara saham Filipina turun sekitar 1,0 persen setelah naik hampir 3,0 persen minggu lalu.

Singapore Straits Times Index (STI) beringsut 0,3 persen lebih tinggi didorong oleh lonjakan 5,0 persen pada saham operator bursa negara itu karena hasil yang optimis dan peningkatan Citibank.

Namun, dolar Singapura sebagian besar tetap datar di belakang meningkatnya kasus COVID-19 di negara itu, dengan kasus lokal harian meningkat tiga kali lipat dari hari sebelumnya pada Sabtu (5/2/2022).

Baca juga: Euro dekati tertinggi 3 minggu di Asia, pengetatan Fed dukung dolar
Baca juga: Rupiah awal pekan melemah, terdampak data positif tenaga kerja AS
Baca juga: Yuan menguat 166 basis poin menjadi 6,3580 terhadap dolar AS