Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan Omicron bukan varian lemah yang bisa dianggap remeh oleh masyarakat sebab memiliki risiko gejala berat hingga kematian.

"Omicron tidak lemah. Varian ini terkesan lemah kalau menular pada orang yang sudah memiliki imunitas, baik karena sudah divaksin atau sudah terinfeksi kemudian sudah divaksin," kata Dicky Budiman di Jakarta, Senin.

Untuk itu ia mengimbau masyarakat tidak menganggap remeh COVID-19 varian Omicron. Kondisi ini harus masyarakat hadapi dengan memastikan diri telah mendapatkan dosis vaksin lengkap dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia itu mengatakan banyak orang di berbagai negara menderita gejala berat akibat Omicron karena belum vaksin. Masyarakat yang belum vaksin salah satu faktor yang membuat penyebaran Omicron jauh lebih cepat ketimbang varian Delta.

Baca juga: Epidemiolog: Terus lakukan literasi demi percepat vaksinasi COVID-19

Baca juga: Epidemiolog: Gelombang ketiga COVID-19 berpotensi terjadi di Indonesia


Ia mengatakan upaya mitigasi perlu ditingkatkan oleh masyarakat. "Ini bicara ketaatan kita dalam disiplin protokol kesehatan 5M, penguatan deteksi dini ditingkatkan, dan tentu akselerasi vaksinasi,” katanya.

Dicky mengatakan varian Omicron memiliki risiko kematian pada sejumlah kondisi tertentu. "Ini artinya kita enggak bisa menempatkan atau anggap ah saya sudah terinfeksi, belum vaksinasi pun biarin itu enggak berbahaya. Pada orang yang sudah vaksinasi pun tetap ada kematian, walaupun jauh lebih kecil, apalagi belum divaksinasi, bahaya banget,” ujarnya.

Dicky juga mengingatkan protokol kesehatan 5M masih sangat relevan dan diperlukan untuk membantu penguatan fungsi atau manfaat dari vaksinasi. Selain itu, testing, tracing dan treatment atau 3T.

“Karena masih ada dari kelompok masyarakat kita ini yang belum divaksinasi, masih ada yang meskipun sudah divaksinasi ternyata menurun proteksinya, sehingga itu perlu dilindungi, dengan cara memakai masker, jaga jarak, dan menghindari kerumunan,” katanya.

Jika beberapa hal itu tidak dilakukan, dia menilai kecepatan penyebaran varian Omicron tidak bisa dikejar. “Sehingga akhirnya mereka terpapar yang berisiko tinggi ini, yang lansia dan sebagainya, sehingga mereka ini jadi korban masuk rumah sakit terus meninggal, ini harus jadi perhatian penting,” katanya.

Dicky mengingatkan bahwa virus ini merupakan satu penyakit yang erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. “Jika perilaku yang menurun atau abai, ini cepat menyebar karena virus ini tidak menyebar dengan sendirinya, dia menyebar karena dibawa orang, dan oleh karena itu harus tetap disiplin sampai nanti sudah banyak orang divaksinasi harus di atas 90 persen sebetulnya,” ujarnya.

Secara terpisah, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan vaksin sangat berpengaruh dalam mengurangi risiko terjadinya COVID-19 gejala berat dan meninggal, apalagi pada lansia dan orang dengan komorbid.

Iwan mengatakan kepatuhan protokol kesehatan dan kepatuhan penggunaan aplikasi PeduliLindungi saat ini menurun di masyarakat.

“Kondisi ini perlu diperbaiki apalagi sekarang varian Omicron yang lebih cepat menular mendominasi. Dari segi orang yang perlu perawatan rumah sakit dan meninggal tidak separah gelombang dua saat periode Delta,” katanya.

Baca juga: Epidemiolog nilai PPKM efektif dan harus tetap dilakukan

Baca juga: Epidemiolog: Vaksinasi lengkap dua kali suntik sudah tak relevan