Jakarta (ANTARA News) - Pembina dan peneliti senior Institut Studi Nusantara, Yanto Hartono, mengatakan bahwa figur Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono merupakan figur yang tepat untuk tampil menenangkan badai yang tengah melanda tubuh Partai Demokrat (PD).

"Sebagai partai utama pendukung pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, rakyat tentu menghendaki Partai Demokrat tidak goncang yang bisa mengganggu kinerja pemerintahan," katanya seusai tampil pada diskusi terbatas Institut Studi Nusantara (ISN), sehubungan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-38 Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).di Jakarta, Sabtu.

Ia menimpali, "Memang tidak terbuka banget, tetapi serangan atas kepemimpinan Anas Urbaningrum akan semakin gencar lagi. Bagai api dalam sekam keadaannya sekarang. Ini kan berbahaya, dan bisa mengganggu banyak hal," ujarnya.

Dalam kondisi seperti itulah, ia menilai, Ibu Ani Yudhoyono, yang juga Ibu Negara pendamping Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sangat pas untuk mengambil alih sementara roda kepemimpinan partai terbesar di Indonesia tersebut.

Ibu Ani, demikian Yanto Hartono, nantinya dapat didampingi oleh dua hingga tiga figur berpengalaman dan sudah matang, baik itu bisa diambil dari Dewan Pembina atau Dewan Kehormatan, misalnya Soekarwo yang Gubernur Jawa Timur mewakili unsur wilayah Indonesia bagian barat, serta Sinyo Sarundajang yang Gubernur Sulawesi Utara mewakili unsur wilayah Indonesia Timur.

"Mengenai figur Ibu Ani sendiri kan sudah disuarakan oleh arus bawah yang kuat, seperti dari pimpinan DPD PD Jawa Tengah, Sumatera Utara serta beberapa DPC di Jawa Timur dan Jawa Barat. Itu yang saya ikuti dari informasi media," katanya.

Bagi Yanto Hartono, Anas tergolong politisi muda alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang cerdas, santun, tetapi belum cukup matang menghadapi gejolak besar.

"Kepemimpinannya juga terkesan ekslusif, hanya dikelilingi sejumlah teman dekat sesama alumni HMI, atau kawan-kawan tim sukses pemenangan dirinya sebagai Ketua Umum pada Kongres PD tahun lalu," katanya.

Itulah sebabnya, menurut dia, kepemimpinan Anas rentan digoyang dan belum begitu siap untuk menghadapi gempuran-gempuran di lingkup internal sekali pun.

"Menghadapi gempuran internal saja sudah repot, apalagi jika berhadap-hadapan dengan terjangan badai dari luar yang tentu akan lebih dahsyat," katanya.

Format penggantian kepemimpinan, dinilainya, tentu harus mengikuti konstitusi organisasi yang bersangkutan.

"Mereka lebih tahu dari kita kan? Pasti ada aturan yang memungkinkan kepemimpinan diambil alih atau diserahkan kepada pihak lain, sesuai prosedur konstitusi organisasi partai itu," demikian Yanto Hartono.
(M036/P003)