Ekonom Celios : Kenaikan harga komoditas bantu lepas "burden sharing"
4 Februari 2022 18:40 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani berjalan memasuki ruangan untuk mengikuti rapat kerja tertutup dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2020). Rapat itu membahas surat menteri keuangan terkait perkembangan skema burden sharing pembiayaan pemulihan ekonomi nasional. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat naiknya harga komoditas bisa membantu penerimaan negara sehingga kebijakan berbagi beban atau burden sharing tidak lagi dibutuhkan.
“Soal burden sharing sebaiknya segera dihentikan karena membuat pemerintah terlalu bergantung pada BI dalam hal menutup kebutuhan pembiayaan defisit anggaran,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Selain harga komoditas yang merangkak naik, dunia usaha dan konsumsi masyarakat juga mulai pulih berimplikasi terhadap realisasi penerimaan pajak lebih tinggi dari 2021. Sehingga sangat wajar jika burden sharing dihentikan.
Jika burden sharing terus berlanjut, Bhima khawatir program kerja sama pemerintah dengan Bank Indonesia dengan membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer atau pasar perdana tersebut, membuat pemerintah memasukkan belanja yang sebenarnya tidak berimplikasi pada pemulihan ekonomi.
“Khawatir nya moral hazard dalam burden sharing cukup besar, dimana pemerintah memasukkan belanja yang sebenarnya tidak relevan ke dalam stimulus pemulihan ekonomi,”ujarnya.
Ia pun mencontohkan dengan dana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang dimasukkan ke dana Program Pemulihan Ekonomi (PEN) yang akan berdampak negatif pada stabilitas moneter. Selain juga pendanaan tersebut tidak relevan dengan pemulihan ekonomi.
Terkait waktu penghentian burden sharing, ia mengatakan bahwa pada semester tahun ini kebijakan tersebut sudah harus dihentikan.
Adapun Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengimbau agar Bank Indonesia menyudahi burden sharing dengan pemerintah pada akhir tahun ini.
Menanggapi imbauan tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan burden sharing dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III memang akan berakhir pada akhir tahun 2022.
“Kita sudah menjelaskan dan IMF sudah jelas bahwa BI akan tetap membeli Rp224 triliun melalui private placement khusus biaya kesehatan dan kemanusiaan”" kata Perry dalam Rapat Kerja Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (27/1).
Baca juga: Ekonom CORE nilai "burden sharing" memang peran Bank Indonesia
Baca juga: Sri Mulyani: Perpanjangan burden sharing tak ganggu persepsi investor
“Soal burden sharing sebaiknya segera dihentikan karena membuat pemerintah terlalu bergantung pada BI dalam hal menutup kebutuhan pembiayaan defisit anggaran,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Selain harga komoditas yang merangkak naik, dunia usaha dan konsumsi masyarakat juga mulai pulih berimplikasi terhadap realisasi penerimaan pajak lebih tinggi dari 2021. Sehingga sangat wajar jika burden sharing dihentikan.
Jika burden sharing terus berlanjut, Bhima khawatir program kerja sama pemerintah dengan Bank Indonesia dengan membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer atau pasar perdana tersebut, membuat pemerintah memasukkan belanja yang sebenarnya tidak berimplikasi pada pemulihan ekonomi.
“Khawatir nya moral hazard dalam burden sharing cukup besar, dimana pemerintah memasukkan belanja yang sebenarnya tidak relevan ke dalam stimulus pemulihan ekonomi,”ujarnya.
Ia pun mencontohkan dengan dana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang dimasukkan ke dana Program Pemulihan Ekonomi (PEN) yang akan berdampak negatif pada stabilitas moneter. Selain juga pendanaan tersebut tidak relevan dengan pemulihan ekonomi.
Terkait waktu penghentian burden sharing, ia mengatakan bahwa pada semester tahun ini kebijakan tersebut sudah harus dihentikan.
Adapun Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengimbau agar Bank Indonesia menyudahi burden sharing dengan pemerintah pada akhir tahun ini.
Menanggapi imbauan tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan burden sharing dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III memang akan berakhir pada akhir tahun 2022.
“Kita sudah menjelaskan dan IMF sudah jelas bahwa BI akan tetap membeli Rp224 triliun melalui private placement khusus biaya kesehatan dan kemanusiaan”" kata Perry dalam Rapat Kerja Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (27/1).
Baca juga: Ekonom CORE nilai "burden sharing" memang peran Bank Indonesia
Baca juga: Sri Mulyani: Perpanjangan burden sharing tak ganggu persepsi investor
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: