Yerusalem (ANTARA News) - Israel tidak akan memikul "tanggung jawab" atas kematian sembilan warga negara Turki dengan meminta maaf kepada Ankara karena penyerbuan pada 2010 terhadap kapal yang menuju Gaza, kata seorang menteri senior kabinet Israel, Kamis.

"Kami tidak siap meminta maaf karena permintaan maaf sama dengan pemikulan tanggung jawab," kata Menteri Urusan Strategis Israel Moshe Yaalon kepada wartawan di Yerusalem.

"Tidak ada ruang di benak saya untuk permintaan maaf semacam itu yang berarti memikul tanggung jawab," katanya, mengenai penyerbuan menjelang fajar pada armada enam kapal yang berusaha berlayar ke Gaza untuk mematahkan embargo angkatan laut Israel.

Pernyataan Yaalon itu disampaikan setelah sejumlah upaya gagal Israel dan Turki untuk memperbaiki hubungan yang memburuk setelah penyerbuan mematikan terhadap kapal Turki Mavi Marmara yang memimpin armada itu.

Ia mengatakan, wakil-wakil Turki tetap menekankan bahwa hubungan hanya bisa dipulihkan jika Israel meminta maaf atas penyerbuan itu, membayar ganti-rugi kepada keluarga korban tewas dan cedera, serta mencabut blokade atas Jalur Gaza.

"Kami berusaha sangat keras untuk mengatasi perbedaan itu... (namun) selama mereka tetap pada sikap ini, saya tidak melihat akan ada kesepakatan antara kedua pihak," katanya.

"Kami siap menyesal atas hilangnya nyawa, kami siap membentuk semacam dana suka-rela kemanusiaan," kata menteri itu, dengan menambahkan bahwa jika dana semacam itu dibentuk oleh Ankara, maka Israel siap membayar uang.

Namun, ia menambahkan, tidak akan ada permintaan maaf resmi atau kompensasi langsung kepada keluarga mereka yang tewas dan cedera.

Israel menjadi sorotan dunia setelah serangan mematikan terhadap armada kapal bantuan tujuan Gaza pada Mei 2010.

Laporan yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 22 September menyebutkan, ada "bukti jelas untuk mendukung penuntutan" terhadap Israel karena pembunuhan dan penyiksaan yang disengaja dalam serangan Mei yang menewaskan sembilan aktivis Turki itu.

Israel menolak laporan itu dengan menyebutnya sebagai bias dan mendukung satu pihak dan menekankan bahwa mereka bertindak sesuai dengan hukum internasional.

Pasukan komando Israel menyerbu kapal-kapal dalam armada bantuan yang menuju Jalur Gaza pada 31 Mei 2010. Sembilan aktivis Turki pro-Palestina tewas dalam serangan di kapal Turki, Mavi Marmara, yang memimpin armada kapal bantuan itu menuju Gaza.

Israel berkilah bahwa penumpang-penumpang kapal itu menyerang pasukan, namun penyelenggara armada kapal itu menyatakan bahwa pasukan Israel mulai melepaskan tembakan begitu mereka mendarat.

Hubungan Israel-Turki terperosok ke tingkat terendah sejak kedua negara itu mencapai kemitraan strategis pada 1990-an akibat insiden tersebut.

Turki memanggil duta besarnya dari Tel Aviv dan membatalkan tiga rencana latihan militer setelah penyerbuan itu. Turki juga dua kali menolak permohonan pesawat militer Israel menggunakan wilayah udaranya.

Setelah serangan itu, Mesir, yang mencapai perdamaian dengan Israel pada 1979, membuka perbatasan Rafah-nya untuk mengizinkan konvoi bantuan memasuki wilayah Gaza -- kalangan luas melihatnya sebagai upaya untuk menangkal kecaman-kecaman atas peranan Mesir dalam blokade itu.

Kairo, yang berkoordinasi dengan Israel, hanya mengizinkan penyeberangan terbatas di perbatasannya sejak Hamas menguasai Gaza pada 2007.

Di bawah tekanan-tekanan yang meningkat, Israel kemudian meluncurkan penyelidikan bersama dua pengamat internasional atas serangan itu. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendorong penyelidikan terpisah PBB dengan keikutsertaan Israel dan Turki.

Israel juga mengendurkan blokade terhadap Gaza dengan mengizinkan sebagian besar barang sipil masuk ke wilayah pesisir tersebut.

Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa hampir tiga tahun lalu.

Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina sempat terpecah menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris. (M014/K004)