Mataram (ANTARA News) - Penyidik Polda Nusa Tenggara Barat menetapkan Ustadz Abrori, pemimpin Pondok Pesantren Khilafiah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, sebagai tersangka tindak pidana terorisme.

Ustadz Abrori diduga terlibat dalam rencana penyerangan terhadap polisi, namun rencananya terbongkar ketika sebuah bom rakitan meledak di pondok pesantren yang dipimpinnya dan menewaskan seorang pengurus pondok beberapa waktu lalu.

Polisi menetapkan Abrori sebagai tersangka setelah melalui serangkaian pemeriksaan intensif di Mapolda NTB selama lima hari sejak Sabtu (16/7), kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda NTB AKP Lalu WIrajaya di Mataram, Rabu.

"Kini Abrori berstatus tersangka pelaku terorisme, yang dikenakan pasal 6, 7, 9 dan 13 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," ujarnya.

Pasal 13 B Undang Undang (UU) Terorisme itu, misalnya, menyebutkan bahwa seseorang menyebarkan kebencian yang dapat mendorong orang, memengaruhi orang atau merangsang terjadinya terorisme dapat dikenakan dipidanakan paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.

Selain Abrori, penyidik Polda NTB juga menjerat Sa`ban Arahman (18), tersangka pembunuh anggota polisi di Polsek Bolo, Kabupaten Bima, 30 Juni lalu, dengan UU Terorisme.

Kedua tersangka pelaku tindak pidana terorisme itu semula diperiksa penyidik Polres Bima, kemudian diambil alih penyidik Polda NTB.

Abrori menyerahkan diri dengan cara menginformasikan keberadaannya di kediaman orangtuanya di Bima, kepada aparat kepolisian pada pada Jumat (15/7) sekitar pukul 13.00 Wita atau seusai salat Jumat, kemudian dijemput dan diperiksa lalu dibawa ke Mapolda NTB di Mataram pada Sabtu (16/7).

Sedangkan Sa`ban diterbangkan dari Bandara Sultan Salahuddin Bima ke Bandara Selaparang Mataram, kemudian dibawa ke Mapolda NTB, pada Rabu (6/7).

Keduanya diperlakukan seperti teroris, yakni kepalanya ditutup saat turun dari pesawat dan dimasukkan dalam kendaraan taktis (rantis) dan dalam pengawalan puluhan anggota Brigade Mobil (Brimob) Polda NTB.

Namun, tindak pidana terorisme yang disangkakan untuk keduanya tidak sama. Abrori terkait ledakan bom rakitan di ponpes yang dipimpinnya pada 11 Juli lalu, sementara Sa`ban teridentifikasi membunuh anggota Polsek Bolo Brigadir Rohkman Saefuddin, pada 30 Juni lalu.

Sa`ban membunuh anggota Polsek Bolo itu dengan cara mendatangi Markas Polsek Bolo berpura-pura hendak memberikan laporan, kemudian melakukan penikaman ketika anggota polisi itu lengah.

Sementara itu, penyidik Polres Bima juga menetapkan tiga dari tujuh orang pengurus dan santri Ponpes Umar Bin Khatab, sebagai tersangka tindak pidana terorisme.

"Tiga dari tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka terorisme pada Selasa (19/7), sementara empat orang lainnya bebas dari sangkaan terorisme namun dijerat tindak pidana umum sesuai pasal 221 KUHP yakni menghalang-halangi kerja aparat kepolisian," ujarnya.

Tiga orang pengurus dan santri Ponpes Umar Bin Khatab yang berstatus tersangka tindak pidana terorisme itu yakni Rahmat Ibnu Umar (36) swasta asal Desa Talabiu, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Rahmat Hidayat (22) swasta asal Desa O?o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, dan Mustakim Abdullah (17) berstatus pelajar asal Desa O`o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu.

Empat orang pengurus dan santri yang hanya dikenakan pasal tindak pidana umum, yakni M. Yakub (26) kondektur bemo asal Desa Waro, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, Zulkifli (23) tani asal dari Desa O`o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Muslimin Talib (38) guru asal Desa Woja, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, dan Sahrir H. Manhir (23) pengendara ojek asal Desa O`o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu.

Dengan demikian, kata Wirajaya, telah ada lima orang tersangka tindak pidana terorisme di Bima, yang sedang dalam proses pemberkasan perkara.

"Dua tersangka terorisme di berkaskan penyidik Polda NTB, dan tiga tersangka terorisme lainnya diberkaskan di Polres Bima," ujarnya.

Sedangkan seorang pengurus inti Ponpes Umar Bin Khatab yakni Furqan, yang juga menyerahkan diri pada Senin (18/7) masih diperiksa intensif, guna mengetahui dugaan keterlibatanya dalam tindak pidana terorisme.

(A058/E001)