Jakarta (ANTARA News) - Konferensi dokter ahli syaraf dunia tentang Alzheimer yang berlangsung di Paris, Prancis memperkirakan bahwa penderita demensia (kepikunan) di negara-negara berkembang akan
meningkat dramatis, kata peserta dari Indonesia.

"Di negara-negara berkembang, jumlah penderita demensia akan meningkat lebih dramatis selama dekade berikutnya, diperkirakan tiga sampai kali lipat lebih tinggi daripada di negara maju," kata ahli penyakit syaraf Indonesia dr Andreas Harry, SpS (K) yang diundang mengikuti konferensi dunia para dokter ahli
Alzheimer itu saat menghubungi ANTARA dari Paris, Selasa malam.

Konferensi internasional tentang penyakit Alzheimer 2011 yang diselenggarakan Asosiasi Alzheimer (AAICAD) itu diikuti para peneliti dunia mengenai penyakit tersebut, berlangsung sejak Sabtu (16/7) dan
akan berakhir pada Kamis (21/7).

Ia juga mengemukakan bahwa dalam konferensi itu disimpulkan obat baru "memantine" adalah pengobatan yang unik bagi demensia, khususnya jenis Alzheimer.

Selain itu, kata dia, "memantine" yang sudah masuk di Indonesia, namanya dikenal dengan "Ebixa", yang disebutkan efektif dalam mencegah secara klinis memori yang memburuk.

"Jadi penurunan memori secara dini harus dicegah untuk demensia di masa depan," kata ahli syaraf lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang juga dosen pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara (Untar) Jakarta.

Andreas Harry menambahkan bahwa secara epidemiologi, di Amerika Serikat maupun Eropa, prevalensi maksimal penderita demensia pada usia lanjut (demensia senilis) sebesar lima persen pada populasi yang
berusia lebih 65 tahun.

Persentase ini, kata dia, meningkat menjadi 20 persen pada populasi yang berusia lebih 80 tahun. "Penyakit Alzheimer diperkirakan sebesar 60 persen dari seluruh penderita demensia," katanya menambahkan.

Ia mengemukakan, berdasarkan penelitian epidemiologi di Amerika Serikat, prevalensi penyakit Alzheimer sebesar tiga persen pada populasi berusia 60-74 tahun, 18,7 persen pada populasi berusia 75-84 tahun, dan 47,2 persen pada populasi berusia lebih dari 85 tahun.

"Sehingga diperkirakan pada tahun 2040 terdapat 14 juta penderita Alzheimer dan akan menjadi penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat," kata dosen luar biasa Fakultas Kedokteran Universitas
Hassanudin (Unhas) Makassar 1996-2001 itu.

Dijelaskannya, penyakit Alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi dua kelompok, yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun yang disebut sebagai "early onset", sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai "late onset".

Pada wanita dan pria pada keluarga "early onset", katanya, penyakit Alzheimer mempunyai risiko yang sama untuk menderita demensia, sedangkan pada keluarga "late onset" penyakit Alzheimer risiko wanita akan lebih besar ketimbang pria untuk menderita demensia.

Individu pada garis keturunan pertama pada keluarga penderita Alzheimer, katanya, mempunyai risiko menderita demensia enam kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.

Dikemukakannya, insiden dan prevalensi penyakit Alzheimer bervariasi pada berbagai negara, dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko antara lain penyakit thyroid, trauma kepala, dan penyakit kardiovaskuler.

"Di Indonesia angka insiden dan prevalensi penyakit Alzheimer belum diketahui dengan pasti," kata Andreas Harry.(*)
(A035/R014)