Frankfurt, Jerman (ANTARA News/AFP) - Jepang yang dikenal dengan julukan "Nadeshido" tampil sebagai juara Piala Dunia Puteri setelah secara dramatis memenangi pertandingan final lawan Amerika Serikat, Minggu, sehingga membangkitkan semangat negara itu setelah mengalami bencana alam gempa bumi dan tsunami 11 Maret lalu.

Penjaga gawang Ayumi Kaihori menjinakkan dua tendangan penalti Amerika Serikat , ketika laga itu diakhiri dengan adu penalti, sebelum pemain bertahan Saki Kumagai menjalakan gol kemenangan, merupakan gelar Piala Dunia Puteri pertama bagi Jepang.

Pada waktu normal dan perpanjangan waktu, Jepang mencetak gol melalui Miyama (81), Sawa (117) dan Amerika Serikat melalui Morgan (69) dan Wambach (104).

Pada adu penalti, Amerika mendapat satu gol melalui Abby Wambach

sedangkan Jepang unggul ketika Aya Miyama, Mizuho Sakaguchi dan Saki Kumagai mempersembahkan angka untuk tim mereka.

Di bawah pimpinan kapten Homare Sawa, Jepang mendapat sambutan hangat dari penonton, setelah menyaksikan penampilan mereka yang amat mengesankan, empat bulan setelah negara itu digoncang bencana yang memakan banyak korban.

Banyak penonton netral dari Jerman yang mendukung tim Jepang dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya, hingga mereka menang pada laga final itu.

Gempa bumi besar--dengan kekuatan 8,9 SR-- yang menyebabkan terjadi tsunami menghantam kawasan teluk timurlaut Jepang, mengakibatkan jatuh korban riruan orang dan membuat terjadi krisis pada pusat tenaga nuklir Fukushima.

Menyangkut serangan teror 11 September 2001, guru bisnis di Frankfurs Frank Forster menyatakan apa yang banyak dirasakan orang, "Setelah serangan 9/11 kita merasakan berapa kecilnya Amerika; setelah peristiwa Fukushima 11/3, kita merasakan betapa kecilnya Jepang."

Kendati tidak ada pemain sepak bola Jepang yang terkena bencana alam itu, tetapi liga sepak bola puteri terkena dampak besar.

Hal terburuk terasa bagi klub TEPCP Mareeze, yang markasnya berada dekat Fukushima, yang terpaksa harus menunda kegiatan mereka dan mundur dari kompetisi Liga-J, liga puteri ternama di Jepang, sepanjang musim.

Para pemain terpaksa berlatih di mana-mana sedangkan bek kiri Aya Sameshima yang main di pertandingan final Minggu, diambil tim Amerika, Boston Breakers.

Laga musim ini ditunda sebulan karena menunggu aliran listrik di lapangan sedangkan kompetisi Liga-J putera terpaksa dihentikan selama enam minggu.

Kompetisi Liga puteri pun semakin terhambat karena banyak pemain amatir yang latihan dan bertanding harus menyelingi kegiatakan mereka lainnya, seperti bekerja dan kuliah.


Hantaman Moral

Dengan adanya hantaman moral terhadap semua kegiatakan di negara itu, para pemain sepak bola puteri mereka amat sukar rasanya untuk kembali ke lapangan sepak bola, apalagi harus tampil mengikuti Piala Dunia Puteri.

"Sebelumnya, saya merasakan bukan pada momen yang benar untuk mengikuti turnamen ini, karena ada masalah lain yang harus kami kerjakan," kata pemain bertahan Jepang, Azusa Iwashimizu.

"Tetapi kemudian, ketika aktivitas tim berhenti dan saya berlatih sendirian, baru saya menyadari betapa saya amat mencintai cabang olah raga ini," katanya.

Karena para pemain tim "Nadeshiko" itu bermukim umumnya di Jepang, maka persiapan mengikuti turnamen Piala Dunia Puteri pun menjadi amat terhambat.

Ketika Amerika menoreh catatan kemenangan 2-0 dari dua pertemuan dengan Jepang pada laga persahabatan Maret lalu, pelatih Norio Sasaki mengakui timnya melakukan persiapan ke turnamen itu tidak sebaik apa yang dilakukan saingan mereka Amerika.

Tetapi Jepang matang dan berkembang di Jerman.

Mereka unggul pada pertandingan penyisihan grup atas Selandia Baru dan Meksiko, disusul kalah 0-2 atas Inggris sebelum Nadeshiko menjadi pembunuh tim raksasa Jerman di perempat final, kemudian menyudahi Swedia di babak empat besar.

Kemenangan adu penalti amat dramatis Minggu atas tim Amerika Serikat, akhirnya melengkapi cerita dongeng Jepang yang menjadi kenyataan. Nadeshido mengalahkan Amerika untuk pertama kalinya, dalam 26 kali usaha mereka.

(SYS/A008)