Jakarta (ANTARA) - Komitmen ambisius menciptakan listrik bersih yang bersumber dari energi hijau menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dioksida demi menyelamatkan lingkungan dengan tetap menjaga keseimbangan ekonomi.

Di bawah Presidensi The Group of Twenty atau G20 tahun 2022, transisi energi berkelanjutan menjadi salah satu topik prioritas dalam forum ekonomi tersebut di samping dua topik lainnya, yakni sistem kesehatan dunia serta transformasi ekonomi dan digital.

Forum transisi energi di G20 dalam format energy transitions working group (ETWG) berfokus kepada tiga topik prioritas, yaitu akses, teknologi, dan pendanaan.

Indonesia berharap ketiga fokus itu bisa mencapai kesepakatan bersama dalam mempercepat transisi energi dunia, sekaligus memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan dan berkeadilan.

ETWG akan memfokuskan pembahasan kepada isu-isu yang lebih spesifik terhadap keamanan energi, akses, dan efisiensi, serta transisi ke sistem energi rendah karbon, termasuk juga investasi dan inovasi dalam teknologi yang lebih bersih dan efisien.

Pemerintah membawa isu transisi energi dari fosil ke sumber daya terbarukan ke dalam forum tersebut karena potensi energi hijau harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang jelas, termasuk pendanaan dan investasi.

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia tentang mekanisme transisi energi akan menjamin kepastian investasi.

Saat ini, pemerintah mendorong percepatan penghentian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Jawa dan Sumatra ke energi hijau, seperti geotermal dan panel surya.

“Kami akan membuka partisipasi di sektor swasta untuk berinvestasi di transisi energi. Saat ini ada 5,5 gigawatt PLTU yang siap untuk program early retirement,” kata Joko Widodo saat membuka pertemuan pendahuluan B20 Inception secara virtual di Bogor, Jawa Barat, akhir Januari 2022.

Selain pengurangan emisi karbon, pemerintah juga menaruh perhatian serius terhadap pengurangan emisi karbon di sektor transportasi.

Elektrifikasi secara besar-besaran di sektor transportasi telah dimulai dengan pembangunan transportasi publik bagi masyarakat urban, seperti lintas rel terpadu (LRT) dan moda raya terpadu (MRT) di Jakarta, serta mendorong investasi untuk pabrik mobil listrik.
Baca juga: Indonesia minta kontribusi negara maju terkait transisi energi
Baca juga: Indonesia inginkan hasil konkret dari presidensi G20


Magnet Investasi

Apabila dilihat dari sisi potensi energi hijau, Indonesia memiliki sumber daya setrum bersih yang melimpah terutama matahari, air, bioenergi, angin, panas bumi, dan laut dengan total 648,3 gigawatt, termasuk potensi uranium untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan peluang investasi energi hijau di Indonesia masih terbuka lebar karena ada banyak potensi sumber listrik yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Pada 2021, kapasitas terpasang setrum bersih di Indonesia tercatat hanya sebesar 11,15 gigawatt dengan angka pertumbuhan rata-rata sebesar 4,3 persen per tahun.

Harga perangkat energi hijau yang semakin kompetitif, terutama harga panel surya yang terus menurun dari waktu ke waktu membuat pemanfaatan setrum bersih kian menarik.

Apalagi didukung teknologi baru mulai dari pumped storage yang diterapkan pada pembangkit listrik tenaga air, hidrogen, dan sistem penyimpanan energi berbasis baterai (BESS) akan mengoptimalkan pemanfaatan potensi energi hijau di Indonesia.

Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, Indonesia setidaknya memerlukan investasi untuk energi hijau sebesar 1.043 miliar dolar AS supaya mencapai kapasitas listrik terpasang sebesar 707,7 gigawatt pada 2060. Saat ini, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia hanya sebesar 74 gigawatt dengan angka konsumsi 1.123 kWh per kapita.

Kebutuhan investasi yang sangat besar tersebut tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pemerintah membuka pintu kepada sektor swasta untuk ikut terlibat dalam mengembangkan energi hijau di Indonesia, termasuk melalui kerja sama bilateral antar negara.

Forum G20 menjadi ajang yang tepat bagi Indonesia untuk mendapatkan dukungan global dalam mewujudkan energi hijau, karena forum itu menghimpun hampir 90 persen produk nasional bruto dunia, 80 persen total perdagangan dunia, dan dua per tiga penduduk dunia.

Selaku tuan rumah G20 tahun 2022, Indonesia setidaknya mengadakan 150 agenda pertemuan baik fisik maupun non-fisik melibatkan 20.988 delegasi dari para anggota forum tersebut. Ratusan pertemuan itu menjadi momen berharga untuk mewujudkan capaian investasi yang ditargetkan oleh pemerintah, khususnya investasi di bidang energi hijau agar bisa segera mewujudkan kedaulatan energi nasional.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim menyarankan pemerintah agar mampu bersikap low profile saat menyampaikan topik transisi energi di dalam forum G20 dengan berfokus kepada berbagai permasalahan dan visi-misi yang ingin dicapai untuk keberlanjutan energi.
Baca juga: Indonesia minta kontribusi negara maju terkait transisi energi
Baca juga: Presiden akan sampaikan kebutuhan dana terkait transisi energi di G20



Tiga target besar

Indonesia memiliki tiga target besar yang harus dipenuhi dalam pengembangan energi nasional mulai dari bauran energi bersih, nationally determined contribution (NDC), dan netralitas karbon.

Upaya pencapaian tiga target besar tersebut, yaitu energi baru terbarukan 23 persen pada 2025, NDC pada 2030, dan net zero emmision pada 2060.

Hal ini tentu tidak akan berhasil apabila tidak ada dukungan dari seluruh pihak dalam ekosistem pentahelix.

Sektor energi memiliki kontribusi untuk menurunkan emisi sebesar lebih dari 300 juta ton karbon dioksida dengan upaya sendiri dan mencapai hampir 450 juta ton dengan bantuan internasional.

Terdapat tiga kunci utama yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai ketiga target tersebut, yakni pengembangan energi baru terbarukan, pensiun dini PLTU batu bara, dan percepatan kendaraan listrik.

Pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan transisi energi yang berkeadilan dengan tetap memperhatikan pemenuhan kebutuhan energi nasional.

Presidensi G20 akan menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mendorong pemerintahan dunia agar mewujudkan kebijakan yang berpihak terhadap listrik bersih sekaligus mendukung kedaulatan energi hijau, karena negara-negara anggota G20 merupakan penyumbang sekitar 75 persen permintaan energi dunia.

Melalui forum ini, Indonesia berkesempatan mendorong upaya kolektif pemerintah dunia dalam mewujudkan kebijakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi global secara inklusif. Indonesia juga memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia mengenai dukungan penuh terhadap transisi energi global.

Selain itu, Indonesia juga memiliki kesempatan untuk menarik dukungan internasional agar membantu mengembangkan program transisi energi di dalam negeri melalui dukungan modal maupun alih teknologi.

Dalam forum G20, Indonesia memiliki momen penting karena selain pertama kalinya menjadi tuan rumah untuk ajang bergengsi ini, Indonesia juga menjadi negara berkembang pertama yang memimpin perkumpulan negara-negara yang akan berdampak pada kebijakan ekonomi dan sosial secara global.

Puncak pertemuan akan ditutup dengan Konferensi Tingkat Tinggi yang diikuti kepala negara/pemerintahan G20 (KTT G20) yang digelar di Bali, pada Oktober 2022. Semoga G20 Indonesia berbuah manis untuk masa depan energi nasional dan global!
Baca juga: G20 perlu kongkritkan percepatan transisi ke arah energi hijau
Baca juga: Kementerian ESDM paparkan fokus isu transisi energi di G20