Chicago (ANTARA) - Harga emas berjangka menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), bahkan ketika ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve AS menempatkan emas yang tidak memberikan imbal hasil mencatat kerugian bulanan terburuk sejak September.

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di divisi Comex New York Exchange, terdongkrak 9,80 dolar AS atau hampir 0,6 persen, menjadi menetap di 1.796,40 dolar AS per ounce. Emas rebound setelah jatuh ke level terendah sekitar enam minggu akhir pekan lalu.

Akhir pekan lalu, Jumat (28/1/2022), emas berjangka jatuh 8,4 dolar AS atau 0,47 persen menjadi 1.786,60 dolar AS, setelah anjlok 36,6 dolar AS atau 2,0 persen menjadi 1.793,10 dolar AS pada Kamis (27/1/2022), serta merosot 22,8 dolar AS atau 1,23 persen menjadi 1.829,70 dolar AS pada Rabu (26/1/2022).

Harga emas menetap lebih tinggi pada Senin (31/1/2022), tetapi membukukan penurunan 1,7 persen untuk bulan ini tertekan, sebagian oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS selama beberapa bulan terakhir, kata Michael Hewson, kepala analis pasar di CMC Markets.

Dolar telah meningkat terhadap mata uang lain didorong oleh ekspektasi kenaikan suku bunga Fed, sementara bank sentral lainnya belum benar-benar mulai bergerak, yang telah menciptakan masalah bagi emas, kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya ditetapkan untuk mencatat kenaikan bulanan, membuat emas yang dihargakan dalam dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Realitas lima kenaikan suku bunga Fed mungkin tahun ini telah menakuti pasar emas sedikit, dan emas bersaing dengan obligasi karena tidak mendapatkan bunga, Haberkorn menambahkan.

The Fed berencana untuk menaikkan suku pada Maret dengan asumsi ekonomi sebagian besar akan menghindari dampak dari varian virus corona Omicron dan terus tumbuh pada klip yang sehat.
Baca juga: Emas hadapi bulan terburuk sejak September, terkait prospek bunga Fed